Thursday, January 7, 2016

Senja dan Kamu.


Wannsee Lake, Berlin, Germany.

Maka bagiku kau sama saja. Menari dalam cahaya terang, bersinar dengan indah dan menyilaukan, hanya untuk membutakan. - Manuel


Merindukannya?

sudah bukan menjadi mungkin, melainkan pasti. Hanya saja aku masih belum mengerti, rindu apa yang bersarang pada hati ini. Aku tak memilih untuk pergi, karena ku yakin suatu saat dia akan kembali dan memperbaiki semua yang telah terjadi.

Awalnya musim panas di Berlin selalu muram, dan tak menyenangkan. Lalu kau datang menorehkan senyuman indah yang selalu kuingat dengan senja. Ketika saat itu ku sadar, aku selalu menantikan detik menit melambat yang menyalurkan perasaan hangat dari matanya. Menikmati menghilangnya senja dengan debaran angin yang menerbangkan setiap helai rambutku, menikmati rasa hangat yang menjalar kesekujur tubuhku karena kehadirannya, menyenangkan.

Wannsee,

kita selalu berjanji ditepi hati untuk berlari ke tempat ini. Hari terus berganti, dan sosoknya masih setia menemani tuk menikmati senja yang akan selalu sama. Senja kita, begitu selalu ucapnya. Dan karenanya, kini musim panas di Berlin terasa begitu hangat dan indah untukku.

Hari berganti bulan. Aku kehilangan setiap momen indah untuk menghampirinya di tepi senja. Tidak, aku tidak berniat meninggalkan. Hanya saja pekerjaan menjadi pikulan hebat dalam pelukanku sekarang. Dia yang masih tetap terjaga dalam senjanya, dan aku yang masih terus terjaga dalam pikulan amanah.

Aku yang mulai bisa meluangkan waktuku untuk menemaninya lagi, menikmati senja kita. Tetapi kini waktu menjadi peran antagonis diantara kita, dia pergi untuk beberapa hal di negara tetangga. Aku mengangguk tanda mengiyakan kesibukan yang jelas akan membuatku rindu akan kehangatannya.

Masih jelas ku ingat,
dia melambaikan tangan di pintu airport dan berkata "will back as fast as possible, gonna miss you my lady", lalu menghilang dalam kerumunan. Sejak saat itu aku merasakan apa yang dirasakan ketika aku tak menemaninya menikmati senja. Indah, namun kosong.

Aku yang tak ada henti memberikan kabar dan beberapa jumlah foto yang kukirim melalui email, dan juga sebaliknya yang ia lakukan, suatu ketika tanpa aba-aba semuanya menghilang. Tanpa peringatan, tanpa kata pisah, dia menghilang ditelan jarak. Tak ada lagi balasan email darinya, tak ada lagi pesan suara atau video yang selalu rajin ia kirimkan. Layaknya terbangun dari mimpi indah, seperti berakhirnya panas bulan ini. Berakhir pula semua kehangatan dan kita.

Ini bukan akhir, dan aku tak akan berakhir.
Mungkin bukan dengan cara bertatap mata atau tidak berkata apa-apa, melainkan dengan hati kita saling bertukar doa, barangkali itulah rindu yang sesungguhnya.


Dimanapun kamu, semoga selalu dalam lindungannya. Jangan lupakan senja kita.