Monday, May 30, 2016

Berpisah .


Kau tidak salah atas apapun, termasuk perpisahan kita. 

Untuk kesekian kalinya,
kehilanganmu menjadikan sesak yang paling menyakitkan dalam rongga dada setiap sesekali ku mencoba tuk bernafas lega. Mengingat kenangan akan kita, menjadikan suatu bumerang yang mampu merobohkan benteng pertahanan dalam jiwa. Entahlah. Merelakanmu menjadi satu-satunya usaha yang kerap sia-sia kulakukan.

Aku tak berharap kau mengetahui semua kesakitan akan menahan rindu yang kulalui setelah pergimu.
Hanya saja, kuakui dalam hati kecilku selalu memanggil namamu. Mengeja-eja namamu dalam ingatanku, dan selalu berharap perpisahan ini hanya mimpi buruk yang akan menghilang ketika ku membuka mata pagi nanti.  Ah, aku benci merasakan hal seperti ini. Menerka-nerka setiap kejadian bahagia yang akan kau lalui tanpaku nanti, dan bertanya-tanya siapakah wanita yang akan menggantikan posisiku nanti. Kadang rasa penasaranku adalah penyebab air mataku. Namun siapakah aku kini di hidupmu hingga bisa seenaknya tuk melarangmu?

Ternyata perpisahan ini tak semudah yang kubayangkan sebelumnya. Ketika kau masih belum terlalu kental dalam ingatan dan harapan. Barangkali memang benar, bukan aku orang yang tepat yang sanggup membuatmu ingin berjuang atas kita. Overall, mungkin memang bukan aku yang menjadi sebagian dari masa depan yang selalu kau janjikan.

Sudahlah, mungkin sudah saatnya ku untuk menyerah. Siapapun dia yang akan menyanding posisiku dihatimu, semoga dia adalah wanita yang membuatmu untuk berhenti mencari, yang selalu membuatmu ingin berjuang dan seseorang yang jauh lebih sabar terhadapmu. Tolong sampaikan padanya, aku titip doa, cinta dan kerinduan. Semoga tidak ada lagi gagal sepertiku dalam membahagiakan dan memperjuangkanmu.


Yang terkenang,
luka lamamu.

Sunday, May 22, 2016

Selesai.


           Kau tiba-tiba menjadi suatu semesta kesayangan, yang mengajarkanku tentang sebuah kerinduan yang hanya bisa kita rasakan tanpa bisa kita ungkapkan dimasanya. Aku masih terus berdoa semoga ini bukan suatu kenyataan, kau menghilang tanpa meninggalkan bayang, hanya memori yang menjelma suatu kenangan.

Masih terus kuingat ucapmu sore itu, "Hidup hanyalah kumpulan suatu kehilangan dan ingatan ialah sebuah rumah dengan halaman yang selalu basah".

Kutemukan potongan lukamu dalam kehilanganku diatas kebodohanku sendiri. Sakit menahan setiap rindu yang tak kunjung temu. Kini ku hanya bisa mengingat kenangan basah, merindukan seseorang yang telah terlanjur jauh, seseorang yang dahulu terlalu dekat hingga tak terlihat.

Bodoh. Mungkin itu adalah salah satu dari sekian juta kata yang ingin kau umpat didepan wajahku. Jangan berbohong, karena kau bukan pria yang pandai membohongiku. Masih terkenang dalam ingatan, kau dan semua tingkah lakumu. Bagaimana bisa kau tak terlihat padahal kau selalu dekat?

Kau, seseorang yang rela menerjang hujan hanya untuk membawaku pergi dari pria aneh yang menculikku hingga ke tengah lautan pasir gunung Bromo. Tak ada satupun kata yang bisa kuucapkan, hanya pelukan hangat yang sempat kau sematkan untuk menghentikan tangisan.

"Menangislah sesukamu. Ada aku yang akan selalu melindungimu, terserah kau melihatku atau tidak, tetapi yang harus kau tahu bahwa ku akan selalu ada. Dia telah pergi, dan kau boleh berhenti. Tersenyumlah ku mohon", ucapnya melegakan.

Mungkin tidak terlalu banyak hari yang kita lewati bersama, namun terlalu banyak kenangan yang kau torehkan dalam kehidupan.

Ada sesuatu yang jika memang telah usai, maka demikianlah, tidak ada pula yang dapat dilakukannya, selain menerimanya dengan lapang dada. Lalu jika dengan perpisahan seperti ini adalah caramu untuk berhenti mencintai, aku bisa coba mengerti dan memilikimu dalam sebuah pergi.

Pulanglah.
Ceritamu telah selesai. Maafkan semua peran jahatku dalam skenario kehidupanmu. Pergilah, dan biarkan ingatan itu selalu basah. Semoga kita berjumpa dalam rindu yang sama.

---

Wonogiri, May 22th, 2016
Rest in peace, Rudi Teguh S

Friday, May 6, 2016

Janji.


Barangkali kita semua adalah suatu andai yang sedang berjuang. Memang tidak semua perjuangan ini akan membuahkan akhir bahagia, tetapi setidaknya kita telah mencoba. Tidak melarikan diri. Seperti kamu yang hanya sanggup untuk berjanji tanpa memperjuangkan semua kemungkinan yang selalu ku semogakan. Sesungguhnya aku enggan tuk menyinggung terlalu dalam soal janji, apa pun itu yang dulunya sempat kau puji tanpa realisasi. 

Janji? 
Aku gerah mendengar pria sepertimu mengumbar janji. Bagiku janji hanyalah kalimat tak pasti, yang tak sedikitpun tak tercampur oleh katahati, yang akan berujung basa-basi dan tentunya janji juga bukan hal yg pantas untuk ku seriusi sejauh ini. 

Menyesal? Karena memilihmu? 
Tidak, sama sekali tidak. Aku lebih dari bersyukur bisa mengenal dan membiarkanmu campur tangan akan cerita hidupku. Walau pada akhirnya nanti kita tidak bisa satu atap rumah, setidaknya nanti akan ada bagian yang kau ceritakan kepada anak-anakmu tentang aku. Dan melalui senyum itu aku tahu, bahwa masih ada aku dalam hatimu. 

Kamu akan selalu menjadi bagian dari doaku, walau tak sekental dulu, setidaknya masih kusebut satu persatu namamu dalam ribuan doa yang ku panjatkan tanpa rasa ragu. 

Kita,
Semoga.

---

ps : not everything i write is me and not everything you read is you. #fiction