Ini hari keempat setelah kamu benar-benar memutuskan untuk pergi, dan tak lagi berkomunikasi. Kabarmu yang hanya bisa kucuri-curi ketika aku penat merasakan jam pelajaran, ketika aku iseng membuka beranda akun twittermu, dan yang hanya mampu kudengar dari hasil bertanya kesana kesini.
Hari-hari kulalui begitu berat. Kita bertemu setiap hari, dan setiap hari pula kulihat sosokmu yang tak bisa kusentuh, tiap hari juga aku terus bisu dan harus berpura-pura bahwa aku baik-baik saja tanpamu. Jujur, kalau kau mau tahu, aku tersiksa harus menjalani hari berpura-pura telah sukses move on. Terutama ketika berpapasan denganmu, ketika harus menerima kenyataan pahit bahwa kita telah berbeda. Kamu yang terlihat begitu menikmati kebebasanmu dan aku hanya sedang berpura-pura menerima kebebasanku. Kuterima semua lukamu dalam diam, kubalas semua sikap dinginmu tanpa banyak bersuara, dan kuhargai bisumu yang hanya bisa menimbulkan jutaan tanda tanya.
Apa lagi yang harus kulakukan, apakah aku harus bertahan seperti sebelum-sebelumnya? Menunggumu kembali dan menyakiti lagi?
Kularikan rasa pilu yang menggerogotiku ini kedalam sebuah tulisan, disana aku bisa menangis pilu tanpa harus membuat kedua telingamu tuli. Aku merindukanmu, tetapi rasanya perjuangaku sejauh ini hanya membuatmu bersikap arrogant dan selalu menganggapku hanya sebuah mainan. Kamu memang sudah terbiasa untuk berlari meninggalkanku, dan aku sudah sangat terbiasa untuk menerima lalu menunggumu kembali. Aku berusaha bertahan dan kuat, walaupun rasanya ini bodoh, tetapi entah mengapa aku tak ingin melupakan.
Kalau saja aku punya keberanian lebih, aku ingin menumpahkan satu persatu pertanyaan yang telah lama mengendap di jaringan saraf otakku.
Seberapa butakah matamu sehingga kamu tak pernah melihat semua perhatianku? Seberapa matinya perasaanmu hingga kau tak pernah sadar bahwa ada seseorang yang berjuang mati-matian untukmu? Dan mengapa kau sangat mudah mengakhiri sesuatu yang bahkan belum pernah kita mulai?
Entahlah kamu ini punya hati atau tidak, kamu tega sekali. Kamu pernah bilang bahwa semua rasaku ini tak bertepuk sebelah tangan, tetapi mengapa kali ini kata-katamu seakan menguap begitu saja.
Apa kamu tahu bagaimana rasanya menjadi aku, yang terus berjalan tanpa tahu apa yang dicari? Apa kamu tahu rasanya bertemu dengan orang yang kaucintai, setiap hari, namun kau harus bertingkah tak ada rasa, seakan kau sudah lupa, seakan semua hanya mimpi dan tak pernah tejadi? Dan apa kamu tahu bagaimana rasanya semua perngobananmu dibalas dengan dusta, berjanji menemui, namun kau hanya menunggu sesuatu yang tidak pasti, seperti hari ini?
Kita memang sudah berbeda
dari perempuan
yang menunggu kehadiranmu sore ini
yang kau permainkan berkali-kali