Flashback, semua terasa begitu cepat. Aku mengetahuimu,
hanya sekedar tau. Lalu berkenalan, satu grup Bhakti Sosial di suatu desa dan
akhirnya setahun terakhir kini kita didekatkan. Rasa aneh mulai mengelabui
pikiranku, membuatku kehilangan kendali dan semakin hari rasa ini berbeda. Kamu
hadir membawa banyak perubahan pada hari-hariku, hitam putih hidupku menjadi
coretan warna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong dihatiku.
Percakapan yang sellau mengalir begitu saja, leluconmu yang kadang jayus tapi
entahlah terasa luar biasa ditelingaku. Entahlah, perasaan tumbuh begitu saja
melampaui batas tanpa ku tau.
Kita semakin dekat, kamu selalu menjadi pendengar dan
penasehat yang baik ketika aku bercerita tentang beberapa pria-pria yang dekat
denganku. Begitu juga sebaliknya, aku selalu menjadi pendengar baikmu ketika
kamu dilema dengan wanita-wanita disekelilingmu, yg mengganggu kinerja otakmu. Memang
aku awalnya menganggap perasaan ini hanya hantu disudut hati yang berusaha
menggangguku, perhatian dan tangan usilmu yang selalu menyentuhku kuanggap
hanya batas awal persahabatan kita.
Sampai pada akhirnya aku menyadari sosokmu berevolusi
menjadi sangat luar biasa dan aku menjadi benar-benar takut akan kehilangan. Ya
tentunya kehilanganmu, entahlah aku tak pernah dari awal berpikir tentang rasa
kehilangan. Siksaan datang bertubi-tubi dan menyayat hati, ketika ku tau kau
masih berusaha mati-matian untuk menutupi perasaanmu kepada gadis itu.
“Aku belajar move on dudud, ke kamu” , begitu katamu. Entahlah apa artinya, yang pasti kata-kata sederhana itu berubah menjadi suatu batu kecil pertahanan dihatiku.Kamu seperti mengendalikan laju otak dan hatiku, kau membuatku membutuhkanmu layaknya aku bernafas yang membutuhkan oksigen. Nafasku tercekat, denyutku terhenti ketika ku sosokmu menghilang dari bayanganku, salahkah aku jika kamu selalu ku nomor satukan?
“Aku belajar move on dudud, ke kamu” , begitu katamu. Entahlah apa artinya, yang pasti kata-kata sederhana itu berubah menjadi suatu batu kecil pertahanan dihatiku.Kamu seperti mengendalikan laju otak dan hatiku, kau membuatku membutuhkanmu layaknya aku bernafas yang membutuhkan oksigen. Nafasku tercekat, denyutku terhenti ketika ku sosokmu menghilang dari bayanganku, salahkah aku jika kamu selalu ku nomor satukan?
Tetapi entahlah kenapa kau selalu saja biasa terhadapku,
perhatianku masih kau anggap seperti aku perhatian ke temanku lainnya. Entahlah
mengapa sikapmu tak pernah sama dengan sikapku, perhatianmu pun tak sedalam
perhatianku, dan tatapan matamu tak pernah setajam tatapanku. Mungkin kamu tak
terlalu paham dengan apa yang sedang menggelanyuti hatiku, menghantui rasaku.
Berdosakah jika aku menjatuhkah air mata untukmu? Aku selalu merasa kau
abaikan, entah dengan band metalmu atau dengan siapalah aku tak mengerti.
Bisakah kau meminta izinku kemanapun ketika kau hendak pergi atau melakukan
sesuatu yg sekiranya membuatku lama menunggu? BODOH, memangnya aku siapa?
Kekasihmu? Mimpi!
Telingaku perih mendengar semua obralan kata manismu, mataku
buram ketika harus melihat apa yang seharusnya tak terlihat olehku, dan hatiku
terluka ketika harus menyembunyikan apa yang seharusnya tak pernah ku
sembunyikan. Aku hanya bisa diam membisu melihat setiap pergeseran gerakanmu di
depan mataku, entah itu menggoda atau modus sana-sini. Taukah bagaimana
sakitnya? Diam memang lebih baik, jauh lebih baik!
Aku memang bukan siapa-siapa dimatamu, dan aku juga tak akan
pernah menjadi siapa-siapa di hidupmu. Sejujurnya sampai saat ini aku hanya
ingin tau, dimana kau taruh hatiku yang telah kuberikan untukmu? Satu lagi,
Siapakah orang beruntung itu yang dengan mudah telah mendapatkan hatimu tanpa
perlu bersusah payah berusaha sepertiku?
Taukah kamu, yang kau acuhkan ada pengorbananku untuk
mempertahankan mu di hatiku. Taukah kamu apa yang kamu pandang sebelah mata
selama ini adalah usahaku untuk tetap menunggumu. Dan taukah kamu bahwa semua
yang ku pertahankan ternyata kau abaikan.
Mungkin semua memang salahku, mengubah semua jalan secara
paksa sesuai keinginanku, bermimpi mengubahmu lebih dari sekedar teman,
salahkah? Aku berusaha lama untuk membunuh semua rasa ini, tapi entahlah aku
mencintaimu tidak hanya sebagai teman, tapi aku mencintaimu sebagai seseorang
yang begitu bernilai dalam hidupku. Namun semua jauh dari apa yang kuimpikan,
jauh dari harapan. Mungkin aku memang terlalu banyak memaksamu, aku terlalu
banyak berharap. Aku tak pernah menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu
yang sungguh jauh dari genggaman tangan. Bodohnya, akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu lagi kamu menutupi semua kebohonganmu
padaku. Tak perlu lagi kamu berkata bahwa kamu telah sukses move on, tak perlu
lagi ada sapa manismu untuk mengawali semua aktifitasku. Aku akan (belajar)
terbiasa dengan semuanya, dan kamu pasti tak akan pernah sadar. Dan kamu pasti
tak akan pernah sadar, aku berbohong bahwa aku bisa melupakanmun begitu saja.
Menjauhlah, aku tak ingin melihatmu. Aku hanya ingin
berteman dengan kekosongan, disana aku bisa merasakan lukaku telah terobati,
disana tak akan kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan
mudah, yang memberi harapan dengan mudah lalu entah kemana. Dan aku tak akan
menemukan seseorang yang tak pernah kehabisan cara untuk meyakinkanku.
NB :
“Kalau nickname twitter G is –HELL CHOOSE ME- kalau aku sih –I CHOOSE YOU dudd”
Lekukan dibibirmu merekah dan entahlah aku merasa nyaman.
No comments:
Post a Comment