Dinginku ini bukan tak berarti kepadamu, diamku ini bukan
tak bermaksut terhadapmu. Aku hanya menyembunyikan apa-apa yang tak pantas
untukmu ketahui lagi. Menenggelamkan diri dalam gelapnya malam dan mendominasi
hati dengan alunan kesunyian. Layaknya tersangka, kau tuduh aku bertubi-tubi dengan
pernyataan yang masih belum jelas kau temui kebenarannya. Kau ungkit semua
cerita lama, dan menyeretku untuk mengais masa lalu dengannya. Kau beberkan
semua kesalahan seakan kau sangat bersih dengan mengatakan segalanya. Apa aku
memang seburuk seperti apa yang kau pikirkan dan bicarakan kepada mereka?
Kau telah menjadi makhluk yang berbeda, padahal baru
beberapa hari kita melewatinya. Semua terasa manis ketika kau masih berusaha
mengejar harapmu, memintaku untuk tetap tinggal bersamamu. Entah mengapa kini
semua terasa sangat asing, secepat itukah atau hanya itu yang bisa kau
perjuangkan agar aku tetap bertahan?
Kau selalu menuntutku untuk menjadi seperti yang kau
impikan, menuruti semua kemauan dan selalu ada ketika kau butuhkan. Lantas
bagaimana denganmu, kemana perginya kamu ketika ku butuhkan? Apakah aku
memintamu menuruti semua kemauanku dan apakah aku memintamu untuk berevolusi
menjadi pangeran yang selalu ku impikan?
Kau selalu saja berkata, “Apakah aku hanya pelarian?”
Dan aku pun selalu menjawab dengan jawaban yang sama, tetapi
mengapa kau masih meragukannya? Kau bercerita sesuka hatimu, sepuas jiwamu,
kepada mereka yang bahkan seharusnya tak pantas untuk mendengarkannya. Kau selalu saja
mencari hingga kecelah tersempit akan kesalahanku, hanya karna aku bersikap
dingin terhadapmu. Tidakkah kau sadar, bahwa tingkah lakumu lah yang membuatku
sedemikian ini?
Dan lagi kau selau saja berkata, “Bukan saja hanya aku yang ada dihatimu, melainkan dia, masa lalumu”
Lantas kali ini jawaban apa yang ingin kau dengarkan? Apakah
kau sadari, secara tidak sengaja kau memkasaku untuk kembali menyentuh
kenangan, membangunkan hantu di sudut kerinduan dan terdampar dalam
bayang-bayang. Tidak seharusnya kau menanyakan pertanyaan yang sama kepadaku
berulang-ulang, bukankah sudah jelas bahwa jawaban yang telah kulontarkan tak
akan pernah berubah?
Dan ini bukan pertama atau kedua kalinya kau berucap, “Aku memang bukan lelaki yang mudah untuk bereaksi, yang dengan pintar memulai suatu hal”
Lalu sampai kapan kau ingin seperti ini, memperhatikanku
terpongah-pongah berlari mengejarmu, memantau segala pengorbananku dan
melihatku memperjuangkanmu tanpa sedikitpun kau bereaksi untukku. Menyenangkan
bukan diperjuangkan seorang wanita layaknya kau adalah seseorang yang memang
patut untuk diperlakukan sedemikian rupa. Apakah menurutmu semua ini lucu?
Aku yang terlalu berambisi untuk mendapatkanmu atau kau yang
terlalu mudah untuk menghempaskanku? Apakah dengan mempermainkan perasaanku
selama berkali-kali dan aku tetap bertahan mengejarmu itu masih saja kurang
sebagai bukti terhadapmu? Aku yang terus saja sabar untuk mempertahankanmu
walaupun kau telah menunjukkan penolakan apa itu belum cukup? Setelah kau balas semua harapanku, pengorbananku,
perjuanganku dengan penolakan dan permainanmu, kini kau datang dengan mudah
menyatakan semua pernyataan bahwa aku lah yang pantas untuk menjadi kekasihmu.
Lalu setelah sekian lama kau gantung perasaanku, mengapa baru sekarang kau mengaplikasikan
semua isi hatimu terhadapku setelah perasaan ini menguap tak berbekas.
Kemana
saja kau kemarin, ketika aku masih mengejarmu dan mengaharapkanmu?
Setelah kau regas segenap pucuk pengharapanku, kini kau minta maaf? Semudah itu?
Demikianlah dirimu, kau hanya ingat kekejamanku padamu
walaupun kecil, bahkan kau lupa kekejamanmu sendiri terhadapku padahal begitu
besarnya. Bukankah kau yang telah berjanji, bahwa kau akan selalu ada untukku,
bahkan ketika kau menitikkan air mata dihadapanku, tidakkah kau ingat semua
janji yang telah kau ucapkan? Hampir aku mati menanggung segala permainan hati yang
kau perlihatkan, hampir aku kecewa melihatmu mengingkari semua apa yang telah
kau ucapkan dengan kata janji, tanpa kau sadari kau melampaui batas ingkar akan
janji yang pernah kau ucapkan. Siapakah diantara kita yang kejam?
Setelah semua penderitaan yang kau tunjukkan, kini kau
memintaku untuk menjadi sosok yang kau butuhkan? Semudah itukah bagimu
membalikkan telapak tangan? Oh aku sadar, kau akan datang ketika kau membutuhkanku
dan kau akan pergi ketika kau mulai jenuh terlibat denganku, seperti itukah? Sebenarnya
peran apakah yang kau berikan terhadapku di permainanmu? Bukankah aku
kekasihmu? Lantas tidakkah kau malu atas semua janji yang kau ucap lalu kau
mengingkar begitu saja? Tidakkah kau muak melihat hubungan ini mengambang
diantara amarah dan kebosanan? Apakah hanya ini yang bisa kau perjuangkan agar
kekasihmu tetap tinggal?
Aku yang telah berusaha menutup alat pendengaranku akan
perkataan mereka yang ganjil terhadapmu, nyatanya kau malah membuktikan sendiri
semua keganjilan tersebut dihadapakanku. Lalu kini kau ingin semua terlihat
baik-baik saja? Kau ingin aku terus memperjuangkan dan mempertahankan? Memang
kau siapa? Aku tak akan bodoh untuk memperjuangkan seseorang yang bahkan tak
pernah memperjuangkanku, selama ini aku telah terlalu rapuh untuk bertahan pada
sesuatu yang semu, sesuatu yang tak pernah akan menjadi nyata.
Kini entah cerita bahagia seperti apa yang akan kau rangkai untukku?
No comments:
Post a Comment