“A hundred times a day, thousands of
times, I resent it and resent it even more. Why did I have to meet you? Why did
it have to be you? You make me resent… and blame myself. You are someone who
makes me regret. You’re like a nightmare I don’t want to remember. Didn’t I
tell you? Go back to the time when you didn’t know me. Go back, and meet a girl
better than me and live a happy life everyday. Forget a punk like me and live
happily. Please live that way.”- City Hunter
***
Bandung, 15 Agustus 2014
Setelah semua
menghilang, setelah kau acuhkan perjanjian kita, senja tak lagi sama dengan apa
yg pernah kulihat. Tak memancarkan keindahan, tak berkilauan, dan bias ronanya
tak sedikitpun menembus dinding hatiku yang beku. Ternyata sejahat ini sosokmu,
hingga sampai aku kehilanganmu pun kau membuatku lebih egois menutup hati untuk
merasakan keindahan dunia luar. Seindah senjakah dirimu, hingga aku mampu
menutup hatiku rapat-rapat selama bertahun-tahun ini? Seberkilau rona matahari
tenggelamkah dirimu, hingga kau membuatku memilih –milih tetapi pada akhirnya
kau juga yang kupilih?
Kini aku sadar, bahwa
tak ada sedikitpun memori tetang kita –tentangku, yang masih terekam hangat
diingatanmu. Bagimu aku hanya masa lalu yang sudah tergantikan oleh wanita
lain, dan hanya masa lalu yang duduk disudut ruang ingatanmu, bukan hatimu. Aku
mencoba merelakan semuanya, mengikhlaskan segalanya, dan berharap Bandung
adalah tempat yang tepat untuk membantu menetralisir pikiran hati dan
perasaanku kembali normal.
Bentuk dari merelakan adalah tak mengungkit
perasaan atau kenangan yang pernah ada, bukti dari mengikhlaskan adalah tak
dengan sengaja membangunkan bayangmu di sudut kenangan dan mengundangnya masuk
untuk menikmati crita klise bersama, dan bukti dari move on adalah bersikap biasa ketika melihatnya atau sekedar
bertatap mata walau hanya 10 detik.
Sejauh ini belum dikatakan rela ataupun
ikhlas, karena memang sulit untuk membangun benteng pertahanan lagi. Sosokmu
begitu angkuh merobohkan bentengku ketika aku benar-benar telah bisa merelakan
dan melepaskanmu. Dan sejauh aku tak memandangmu, bentengku masih tetap utuh,
walaupun harus runtuh setidaknya masih ada pondasi kuat untuk niat
mengikhlaskan dan melepaskanmu pergi dengan orang lain.
Kau
datang lagi, kembali membawa kenangan lama yg sudah lama yg sudah mati-matian
ku lupakan. Bukan aku menolak dan tidak mempersilahkanmu masuk, hanya saja
masihkah kau ingat kekejaman yang telah kau lakukan padaku? Masih ingatkah kau
perlakuanmu yang menyakitiku? Masih ingatkah kau tentang kita? Masih adakah aku
didalam ingatanmu selama ini, atau hanya karena kau telah sendiri dan kau
melihatku sendiri, maka seenaknya kau mendoktrin kesehatanku dengan racunmu
yang mungkin suatu saat aku bakal susah untuk merelakanmu lagi?
Selama ini kaulah yang sanggup menjadikanku
orang yang tegar dan berani, kau pula yang sanggup menjadikanku sengsara
selama-lamanya. Kau boleh saja memutuskan harapanku, tapi jangan harap kau bisa
membuatku berharap lagi terhadapmu kini. Sudah banyak kesakitan yang harus
kutanggung selama bertahun-tahun ini, hanya karena menjadikan perasaan ini
berat hati untuk dipikul sendirian. Kemanakah perginya kau yang pernah berkata
menyayangi selamanya dan mencintai sehidup semati? Tak peduli dengan omongan
orang lain tentang perbedaan kita? Kemanakah perginya kau yang pernah berkata
bahwa perbedaan bukan akhir dari segalanya, begitu pula dengan jarak?
Apakah kau ikut merasakan luka? Dan itukah
alasan yang membawamu kesini tuk menekan hatiku lagi? Jangan anggap aku tak
merasakan luka, yang kurasakan jauh lebih lama darimu. Semenjak kita mengakhiri
semuanya, semenjak jarak menjadi penghalang untuk memperbaiki segalanya,
semenjak ada dia yang membuatku semakin susah untuk membuktikan, dan semenjak
kau lebih memilih dia daripada aku yang pernah kau sebut sebagai cinta
pertamamu. Kau torehkan kesakitan berkali-kali, tapi ku tetap saja menerima
kehadiranmu kembali. Kau berlari padaku ketika wanitamu lebih memilih orang
lain, dan tetap saja aku mengulurkan tangan padamu, memeluk hangat tubuhmu dan mengobati lukamu.
Terlalu
bersabarkah aku? Hingga beraninya kau menorehkan luka lain padahal luka lama
pun belum tentu sembuh. Bagiku dengan kau kembali, dan diam sebentar
disampingku, kau telah membantu mengeringkan lukaku. Tapi apa bedanya ketika
sudah kering lalu kau lukai lagi?
Menyesal? Jangan tanyakan. Aku cukup lebih
dari menyesal telah membuatmu lancang keluar masuk kehidupanku. Menyeret
kenangan yang jelas-jelas telah tertata rapi di sudut ruangan hati,
membangunkan nuansa masa lalu yang jelas-jelas sudah kututup rapat dalam imajinasi.
Ah kamu terlalu abu-abu dalam kehidupanku, terkadang menjadi sosok yang
romantis tetapi sering menjadi sosok yang menyebalkan. Bisakah kau menjadi
malaikat selamanya walaupun bukan malaikatku?
Haruskah aku merindukan yang
sudah-sudah, ketika sudah pula kau mengetahui kenyataan bahwa kita tidak akan
pernah bisa bersama lagi?
Kita berbeda, dan kau yang membuat perbedaan itu semakin nampak jelas di depan mata. Aku yang sudah mempersiapkan diri dari awal untuk setia bersama-sama meluruskan perbedaan ini, tapi nyatanya kaulah yg jelas memupuskan harapan kita untuk bisa terus bersama dalam keyakinan yang berbeda.
Terkadang aku ingin tertawa melihat
kebodohanku yang masih saja mengingatmu, menangisimu. Mengingat semua janji
yang pernah kau ucapkan, mengenang semua kenangan manis yang pernah kita
lakukan, menangisi kegoblokanku karena telah melepaskanmu begitu cepat. Haha,
sosokmu memang terlalu kental dihidupku, tapi tolong jika kali ini yang kau
tawarkan adalah cinta sesaat, lebih baik menyingkirlah. Karena kini aku sedang
merangkai masa depan, dan mencari orang yang tepat. Dan itu bukan kau!
Ingatlah bahwa kita berbeda,
mungkin hanya itu yang bisa membuat kita sama-sama sadar. Bahwa Tuhan kita sedang tidak merestui jalan kita. Berpegang eratlah pada rosariomu, dan ikuti jalan indah yang diberikan Tuhanmu. Dan aku pun aku menggenggam erat tasbih di tanganku, dan menjalani alur crita indah yang telah dirancang Tuhanku untukku.
mungkin hanya itu yang bisa membuat kita sama-sama sadar. Bahwa Tuhan kita sedang tidak merestui jalan kita. Berpegang eratlah pada rosariomu, dan ikuti jalan indah yang diberikan Tuhanmu. Dan aku pun aku menggenggam erat tasbih di tanganku, dan menjalani alur crita indah yang telah dirancang Tuhanku untukku.
Semoga
kenangan kita masih terekam indah dimemori satu sama lain, aku tidak ingin
melupakan, hanya saja mungkin sudah cukup waktu untuk kita. Dan mungkin ini
jalan Tuhan untuk kita, Tuhan mengajarkan sesuatu dari cerita kita.
Tenang, aku akan selalu menyayangimu sampai
kapanpun. Hanya saja mungkin berbeda porsinya. Semoga kau menemukan apa yang
kau mau, dan aku menemukan apa yang ku mau, di jalan yang telah Tuhan berikan.
Berbahagialah, kini aku mungkin bisa memulai lagi untuk lebih mengikhlaskanmu
dan semua kenangan kita.
Je me
souviens
-hykp
-hykp
No comments:
Post a Comment