Friday, March 1, 2019

Jangan ajari ku tuk berpaling.

Kita berbeda,
tentang agama dan juga keyakinan.

          Mencintaimu, artinya aku harus siap dengan sejuta rasa yang akan datang nantinya. Karena cinta tidak hanya soal tawa serta kebahagiaan, ada sakit didalamnya dan akan semakin sakit jika ada cinta sebagai pondasinya. Pernah beberapa kali aku ingin menyerah saja, dalam hati aku selalu bertanya-tanya pertanyaan yang sama tentang kita. Bertanya untuk apa terus-menerus menunggu dan mengharapkan aku dan kamu menjadi sebuah kita, sedangkan kita sama-sama tahu bahwa tidak akan pernah ada kita.

Aku sudah pernah tiba pada suatu tekad untuk pergi menjauh, melupakanmu dan melanjutkan hidup. Tapi kurasa itu hanya sia-sia. Segala yang kurencanakan seketika pudar karena kamu menghampiriku dan tersenyum.

          Suatu hari kamu menanyakan tentang cinta dan kita. Bohong jika ku jawab aku tidak pernah memikirkannya. Kenyataannya adalah aku selalu mencari-cari jawaban lain untuk pertanyaan yang sudah jelas tidak ada jawabannya. Kita hanya memaksa satu sama lain, memperpanjang kebahagiaan dan menunda sedih agar tidak terluka secepat ini. Padahal aku sadar jika rasa ini tersimpan terlalu lama dan ditambah bertemu denganmu tanpa jeda, ini akan lebih menyakitkan.

Pernah kamu bahas sekali lagi tentang kita, tentang kebahagiaan dimasa depan. Aku tau, aku mencintaimu tanpa tapi dan akan selalu tumbuh dengan seiring bertambahnya hari. Dan aku pun juga sangat tau, dan kurasa kamu pun sadar, bahwa kita tidak memiliki kesempatan. Berkali-kali kita berusaha mencari jalan keluar, namun yang kita temui lagi-lagi adalah jalan buntu.

          Sampai pada akhirnya kamu menawarkanku untuk menanggalkan tasbih-ku dan memeluk rosario-mu. Aku yakin akan datang hari dimana keputusan terakhir ini terucap dari mulut satu sama lain. Bertambah lagi satu pertanyaan yang susah kutemukan jawabnya. Setelah sejauh ini, satu hal yang kusadari bahwa ternyata rasa cintaku kepadamu tidak lebih besar dari rasa kasih dan cintaku terhadap Tuhan-ku, dan kurasa begitu juga kamu.

Aku merelakan segala mimpi, rencana dan kebahagiaan dimasa depan denganmu. Aku percaya Tuhan selalu memiliki cara untuk membahagiakan ciptaannya, dan aku pun percaya bahwa kita memiliki bahagia kita masing-masing. Mungkin tidak harus satu atap rumah, tapi ingat bahwa kita selalu dibawah atap hati yang sama.

Mencintaimu sedalam dan selama ini, kurasa cukup. Untuk apa kita memaksakan hal yang diluar kapasitas kita? Jika Tuhan saja bisa kamu khianati, bagaimana aku?