Sunday, February 24, 2019

Membi[n]asakan.


Galaksi Bimasakti, 24 Februari 2019.

          Aku masih ingat lima tahun lalu, disudut ruang kamar, ditengah malam. Hanya sedikit cahaya dari lampu jalan yang masuk melalui celah jendela kamarku. Aku memikirkan tentang hari-hari dimana semua orang yang selalu ada selama ini, di kemudian hari akan pergi. Memikirkan bagaimana perasaan dan hidupku tanpa mereka. Karena aku rasa cukup dengan semua sakit dan sepi yang datang silih berganti, tanpa henti, selama ini. Harus kehilangan semua orang termasuk wanita luar biasa yang biasa kupanggil dengan Mama, tanpa aba-aba dan tanpa persiapan. Tidak akan bisa kujelaskan bagaimana rasa sakit dan luka disetiap sudut ruang setelah kehilangan mereka, buat beberapa orang mungkin paham tapi tidak semuanya.

Dan tepat hari ini, setelah ketakutan-ketakutan yang selalu menghantui selama lima tahun terakhir. Kini aku sadar arti dari kesedihan dan definisi sepi yang sesungguhnya. Bukan, ini bukan lagi tentang kehilangan arti rumah pada seseorang, melainkan lebih dari itu. Lebih dari itu, aku kehilangan mereka dan diriku didalamnya.

          Akan datang hari dimana, semua yang dulu selalu ada, kini perlahan-lahan pergi lalu satu persatu orang asing mengetuk hati. Semua yang pernah berjanji tidak akan mengkhianati, pada akhirnya pergi dan tak akan pernah kembali. Hingga akhirnya tanpa disadari, posisi mereka semua terganti. Ya inilah kehidupan, ketika alam ikut berkontribusi penuh dengan memperlihatkan satu persatu sifat serta menunjukkan peran manusia didalamnya, mana yang peduli dan mana yang hanya berbasa-basi.

Yang menyakitkan dari cerita ini adalah tanpa disadari ternyata mereka yang kita anggap paling paham, mengerti dan sedekat nadilah yang akan dengan mudah mendorong kita ke dalam jurang kekecewaan. Jurang yang teramat kelam, palung paling dalam, yang mematahkan semangat serta harapan dan juga impian. Namun satu yang kupelajari, bahwa hidup tidak boleh berhenti disini. Karena hidup itu harus terus berjalan, ada atau tidak ada mereka dalam pelukan. Karena ketika semua

Sampai pada hari ini, akan ada banyak lagi mereka yang menghampiri. Entah hanya untuk mengerti dan menemani, atau memilih untuk berhenti lalu pergi lagi. Karena hidup harus terus berjalan, ada atau tidak ada mereka dalam pelukan. Dan sekalipun semua tidak seperti biasanya, maka terbiasalah dengan semuanya.

- dmw.

Friday, February 15, 2019

Mr. Always Right (part 2)

          Kita pernah menjadi terang pada gelapnya kehidupan, pernah menjadi nyaman, sangat nyaman, untuk masing-masing raga yang lelah dan butuh bersandar. Tidakkah kamu sadar? Yang kita lakukan hanya kesia-siaan. Kita hanya sedang memperpanjang kebahagiaan dan menunda kesedihan. Aku dan kamu hanya belum siap untuk menghadapi, tanpa satu sama lain. Kita memaksa sedemikian rupa, hingga satu persatu harus merasakan luka. Kamu akan tetap menjadi kamu yang selalu susah kupahami, dan aku akan selalu menjadi aku yang selalu tidak bisa mengimbangi.

Mungkin kita adalah contoh dari bagian manusia yang kurang bersyukur, yang selalu saja menuntut dan meminta serba lebih, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya tugas kita adalah saling menyempurnakan bukan menyalahkan segala bentuk kekurangan. Tidakkah seharusnya kita berhenti untuk memperjuangkan ego masing-masing lalu belajar memahami bahwa manusia juga butuh untuk dimengerti. Aku pun sama dengan manusia lainnya, yang setiap perjuangan dan pengorbanannya ingin dihargai, yang mudah menangis jika dilukai, yang sesekali juga butuh dimengerti dan menjalani hubungan pasti tidak terlalu banyak tapi ataupun nanti.

         Apa mungkin lebih baik kita akhiri saja semua omong kosong ini? Mari kita berhenti menyakiti satu sama lain. Kali ini aku berjanji untuk benar-benar berhenti, tidak akan lagi mencarimu, tidak akan lagi mengejarmu, tidak akan lagi sakit melihat isi instastories-mu, tidak akan lagi salah tingkah ketika disampingmu dan akan ku pastikan hatiku tidak melambung ketika bertatap denganmu, walau entah bagaimana caranya tapi akan kucoba. Untukmu, aku tidak memaksamu untuk menjauhiku, tidak memaksamu untuk melakukan seperti apa yang akan kulakukan untuk sekedar menghilangkan rasaku padamu. Hanya satu pesanku, berhentilah menjadi sosok yang selalu ingin menang dan didengar, mulailah menjadi pria yang bertanggung jawab dan punya pendirian. Satu lagi, jangan banyak singgah dan memberikan harap karena sama halnya dengan aku, wanita butuh sesuatu yang pasti bukan yang manis lalu pergi.

Katakan bahwa keputusanku ini sudah benar, katakan, jangan membuatku menyesal nanti. Karena aku hanyalah aku, yang pada akhirnya akan selalu luluh lagi padamu. Semoga aku bisa banyak belajar dari cerita kita selama ini, begitu juga kamu. Jika ini akhir dari cerita kita, aku ikhlas.

Selamat melanjutkan perjalanan, selamat menikmati pencarian,
semoga ingat untuk merasakan dan kuat untuk bertahan. See you around (happy cry).

-btl.

Friday, February 8, 2019

Mr. Always Right (part 1)


          Mungkin memang benar kata orang, bahwa mencintai tidak harus memiliki. Mencintaimu contohnya; aku tidak perlu memiliki ragamu untuk membuktika bahwa rasa ini benar ada. Dengan aku melihatmu sehat, hidup dengan baik, bahagia dan selalu tersenyum, meski bukan aku alasan dibalik semuanya, namun itu sudah lebih dari cukup. Ya, aku memang pengecut, yang diam-diam menyimpan hati untukmu, yang membiarkan rasa itu terus tumbuh tanpa sepengetahuanmu, dan yang hanya bisa mengagumimu dari jauh, hingga tanpa ku sadari dua tahun telah berlalu.

Kamu menciptakan rasa nyaman, kamu membuatku penuh harap akan kita, namun seketika kamu buat itu semua runtuh. Kamu membuatku terbang, namun dengan sengaja kamu pergi menghilang. Tidak sekali dua kali aku merasa diperlakukan tidak adil olehmu, diperlakukan tidak sebagaimana aku memperlakukanmu. Dan yang menyebalkan adalah melihatmu biasa saja, tidak merasa bersalah sedikit pun atas semua itu. Mungkin aku yang terlalu berekspektasi atau menaruh harapan yang berlebih akan kita. Beberapa kali aku memutuskan untuk menjauh, namun bodohnya langkahku selalu kembali padamu. Dan pada akhirnya aku selalu memaafkan segala kesalahanmu, memaklumi semua omong kosongmu, mempercayai semua janjimu, meski sebenarnya aku tahu bahwa suatu hari nanti kamu akan mengulanginya lagi. Bodoh!

          Kamu selalu merasa bahwa semua yang kamu lakukan selalu benar, tidak ada satupun yang boleh mengkoreksi apalagi memperbaiki. Sedangkan kamu selalu melihatku sebagai objek yang selalu melakukan salah, tanpa kamu mau tau mendengar dan mencoba untuk memahami segala bentuk penjelasan. Tidakkah kamu tahu bahwa dunia tidak hanya mengitarimu? Tidakkah kamu sadar, bahwa tidak semua manusia diciptakan untuk sependapat denganmu dan mengerti kamu? Mungkin saar ini hany ada aku yang selalu menerima segala perlakuan dan kekuranganmu, yang diam-diam tanpa disadari kamu melukaiku. Mengapa selalu aku yang memperjuangkan kamu, mempertahankan kita? Mengapa?

Banyak hal yang tidak kamu sadari, begitu pula dengan batasan sabar dan lelahku dalam menghadapimu. Yang suatu saat bisa habis, yang suatu hari nanti membuatku dengan mudah untuk meninggalkanmu.

- Btl.

Friday, February 1, 2019

Tidak ada kita.


          Memang ada beberapa perpisahan yang ditakdirkan tanpa pamit, dan selamat tinggal.
Tanpa titik ataupun koma, mereka berakhir dengan sejuta tanda tanya. 

Kamu tahu hal apa yang paling menyakitkan di bumi ini? 
Ternyata bukan lagi tentang senyummu yang terenggut dalam keseharian, bukan tentang lenganmu yang tak lagi tawarkan pelukan, atau tentang langkah kita yang tak bisa lagi beriringan, 
melainkan tentang harapanku yang terlalu tinggi pada setiap kehadiranmu disini. 

Aku sering bertanya adakah cinta diantara kita? Atau pertanyaan lain, bagaimana kita di masa depan? Kamu selalu tersenyum dan mengalihkan pembicaraan, seolah-olah ini semua tidak memiliki arti yang besar untukku. Jika memang tidak ada cinta pada kita, mengapa kamu selalu mencariku kembali ketika akhirnya aku memilih untuk pergi? Mengapa tidak kamu sudahi, jika hadirku bukan yang selalu kamu nanti?

          Kali ini kamu mengancamku dengan segala alasanmu untuk pergi, dengan sengaja kamu berlari menjauh dari diri. Setelah berkali-kali ku maafkan kesalahanmu lagi, ku beri kesempatan-kesempatan lain namun lagi lagi kau pergi setelah menjatuhkan hati, ternyata kamu cukup tidak tahu diri dan memilih untuk pergi lagi.

Masih banyak sekali hal yang belum sempat kita hadapi, masih banyak pula kata hati yang belum kita sepakati, dan masih banyak juga mimpi-mimpi kita yang belum terjadi. Namun kali ini aku tidak akan memaksa lagi, untuk memintamu disini lebih lama lagi. Satu hal yang ku sadari, ternyata semakin aku mencintai, semakin aku menyadari, bahwa aku hanyalah teman yang selalu kamu cari ketika kamu hanya merasakan sepi.

         Ingatkah kamu, pertemuan terakhir kita? Aku menatapmu, dengan sisa-sisa air mata. Menyadari bahwa aku dan kamu tidak pernah menjadi kita, meskipun aku sungguh cinta, namun belum tentu kamu juga. 

Maafkan aku yang mungkin selama ini selalu memaksa, dan ku maafkan kamu yang selalu membuatku jatuh cinta. Terimakasih karena sudah hangatkan dingin dan teduhkan panas. Tugasku telah selesai, terimakasih untuk pertemanan ini, anggap saja kedekatan kemarin adalah bonus.


me,
bntl.