Saturday, November 30, 2013

Over Protektif dan Caraku untuk Mencintaimu



Aku tahu kamu muak kuperlakukan seperti ini, aku paham kamu lelah akan sikapku yang terlalu cemburu terhadapmu, aku mengerti bahwa kamu bosan dengan semua tingkahku yang over protektif kepadamu. Ketika pria lain bisa menyapa dan berbicara santai dengan orang dimasalalunya, hanya karena aku kekasihmu kau terkekang karena hal sepele seperti itu.

Mengertilah, ini adalah caraku mengaplikasikan perasaanku. Cara yang mungkin tidak pernah terbesit dan terbayangkan olehmu. Memintamu tidak boleh ini dan itu, membatasi lingkup sosialmu, mengaturmu agar kau selalu seperti apa yang ku inginkan. Dengan begitu gilanya, aku bersikap over egois terhadapmu, karena aku takut kehilanganmu.

Aku terlalu sering berlaku menjengkelkan dank au tak bisa menalar dengan logikamu, aku terlalu sering membuatmu bosan. Aku selalu mencurigai semua status dunia mayamu, aku selalu tak pernah percaya akan semua pernyataanmu. Jangan berfikir kamu sebagai pihak yang tersiksa, aku juga tersiksa ketika harus memperlakukanmu seperti ini. Aku tahu sayang, aku tahu bahwa kamu tak akan berbohong kepadaku, dan perkataanmu pasti bisa ku buktikan. . Hanya saja aku begini karena aku mencintaimu, aku benci kamu untuk meninggalkanku lagi, aku takut kau bosan akan sikapku terhadapmu.

Kau selalu menyuruhku menjelaskan apa yang membuatku seperti ini. Posesifku yang tak pernah berdasar, sedangkan rasa cemburu yang membuncah yang tak butuh logika untuk menjalankan kerjanya.
Kamu memang tak pernah membandingkanku terhadap wanita-wanitamu dulu, wanita yang sering berjanji membuatmu bahagia. Tetapi kini lihatlah setelah kau memilikiku, dengan semua keterbatasan dan kemampuanku. Apakah kau lebih bahagia denganku? Atau kau malah teraniaya dengan keberadaanku dihidupmu sekarang?

Kali ini, bisakah kau mengerti dan pahami sedikit saja? Bahwa aku memiliki banyak kelebihan dibandingkan mereka dimasa lalumu, hanya saja satu kekuranganku yang tak pernah kau suka yaitu membiarkanmu terhanyut dalam obrolan santai dengan masa lalumu atau wanita lain manapun.  

Aku hanya selalu berharap bahwa aku tak pernah mencintaimu dengan cara yang salah.

Thursday, November 21, 2013

Kenapa harus aku? Kenapa harus kamu? Kenapa harus kita?


Selamat malam kamu yang entah mengapa terasa semakin menyakitkan. 

Aku tak pernah sesedih ini, ketika harus mengetahui bahwa semua yang kulakukan adalah sebuah kesia-siaan, ketika harus mengetahui ternyata yang aku pertahankan adalah sebuah kebohongan, dan ketika menyadari bahwa selama ini aku terlalu lama menggantung dalam ketidak pastian. Aku takut untuk mengetahui kenyataan yang ada, aku terlalu takut untuk mengingat semua janji manismu yang enggan menyentuh cerita akhir, aku takut kehilangan kamu lagi. 

Aku tidak pernah sesedih ini ketika harus membuka dan membaca pesanmu dilayar handphone ku. Sebelumnya aku selalu tersenyum membacanya, setelah seharian kita bertemu di kelas dan malam harinya kau masih menyempatkan waktumu untukku. Namun mengapa sekarang berbeda, apa mungkin aku yang salah? Apa mungkin aku mengingatkanmu untuk merubah hal jelekmu ke lebih baik itu juga salah? Lalu jelaskan seperti apa yang kau anggap benar, jelaskan padaku apa yang kau inginkan. 

Aku sudah lelah harus mempertahankan sesuatu yang belum tentu mempertahankanku pula. Kenyataan yang harus mampu ku ketahui adalah, kamu hanya pandai untuk melukaiku, bukan mencintaiku selayaknya aku mencintaimu. Seandainya hari ini aku menghilang dari peredaran bumi, apakah yang akan kau lakukan? Mencariku? Ah kenapa aku terlalu berharap akan sesuatu yang tidak mungkin kau lakukan. Mungkin saja kau akan jauh lebih bebas dan bahagia tanpaku, jika memang iya, akan ku coba untuk menjauhkan diri dari pandanganmu, anggap saja kita tidak saling kenal. Sudah cukup?

Kadang kamu tak punya kacamata yang pas untuk melihat cinta yang sebenarnya harus kau perjuangkan, sehingga kadang kamu jauh lebih merelakan dan menganggapnya abu-abu dan tak benar-benar ada. Jika memang aku bukan siapa-siapa, mengapa kau terlihat menganggapku segalanya? Mengapa harapan yang kau tunjukkan begitu kuat? Apakah yang kau kira cinta hanyalah permainan semu yang meletakkan aku sebagai korban?

Kenapa harus aku?

Sungguh awalnya aku sempat percaya dengan semua yang melekat dalam pertemuan kita. Ada bahagia saat itu, ketika seluruh perhatianmu hanya tertuju padaku, ketika kau mulai pesimis dan ingin berusaha jadi lebih untukku. Kau terlihat bersinar diantara mereka, dan sudah sepatutnya semua pria cemburu padamu. Seiring berjalannya waktu, ku sadari aku terlalu bergantung terhadapmu. Entah mengapa kau telah merubah diriku menjadi seseorang yang bahkan sulit untuk kukenal. Kau mudah menyakiti, kau mudah melukai, aku hanya bisa menangis lalu memaafkan dan semua kembali sedia kala layaknya tak pernah terjadi apa-apa.

Mengapa harus aku? Lagi dan lagi

Rasanya aku tak berdaya, kau membuatku menjadi wanita yang buta rasa dan tuli keadaan. Aku bahkan tak bisa membandingkan mana luka dan mana bahagia. Tak ada yang bisa ku eja dari duniamu, aku merasa jauh dan buta arah hatimu. Tapi entah mengapa aku tak dapat terlepas dari jerat itu, dan bahkan kesakitanmu sudah menjadi hal yang lumrah bagiku. Aku terlalu menganggap semuanya sederhana, hingga luka dan tangis melebur menjadi satu. Aku terlalu sering merasakannya, apa mungkin itulah sebabnya perasaanku mati, hingga aku sulit untuk membedakan mana kesakitan dan kebahagiaan. Betapa kau sulit untuk mengertiku, pahamilah bahwa aku telah membunuh akal pikiran sehatku sendiri hanya untuk membuatmu hidup dan berdetak dihati ini. 

“Dia yang kamu cinta adalah seseorang yang paling sering membuatmu kecewa, tak perduli betapa sakitnya, kamu masih tetap ingin bersamanya”

Monday, November 18, 2013

Di sudut kenangan

           Kita sedang bergurau, kulihat kau tersenyum tersipu dan wajahmu merona hebat lalu kau tertunduk diam.  Sudah berapa lama aku tak memperhatikanmu bertingkah seperti ini, selama itukah hingga senyum singkatmu mampu menghentikan resonansi duniaku?

Senyuman itu memapahku berjalan mengembalikan waktu, waktu dimana kita pernah bersama dulu. Disini, di sudut kenangan ini, kita berkenalan lagi dengan rindu. Tidak untuk rasa! Kuhalangi semua rasa yang berusaha mengatup-atup melangkahi benteng hatiku ini. Ku bertahan di sudut kenangan, membiarkan semua rindu menari pongah dalam kesakitannya, karena ia tak bisa terbalaskan dengan sempurna. Menarilah rinduku, selagi memang kau mampu untuk menari dengannya. Meliuklah, ikutilah semua notasi-notasi kenangan ini. Bawalah aku luluh bercampur dengan senyumnya. 

Bagiku hujan selalu menjadi salah satu alasan untukku, alasan untuk mengulang semua cerita dalam abjad kesunyian. Susunan abjadku tercerai berai entah apa yang harus dieja, maafkan aku mungkin memang semua itu salahku harus menjatuhkanmu dipuncak kebahagiaan. Andai kamu tahu semua alasanku, andai kamu mengerti aku pun tak ingin seperti ini. Kali ini aku sungguh tak perduli jika mereka harus mencaciku bahkan membenciku karena telah menyia-nyiakanmu dulu. Mulutku sudah terlalu bisu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya kurasakan, dan sedangkan telinga mereka sudah cukup tuli untuk mendengarkan semua pernyataan yang sudah kulontarkan. 

Dan akhirnya aku sampai pada tahap dimana aku harus melihat posisiku telah terganti olehnya, posisi yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku terhempas jauh dan terjatuh begitu dalam. Ku kira langkahku sudah benar, ku rasa hatiku sudah teramat ikhlas, dan ku pikir anggapanku adalah segalanya. Tapi nyatanya aku salah, aku terpaksa berhenti. Hari-hariku yang tiba-tiba penuh sesak dengan kekosongan dan bahkan mampu membuatku tertekan dengan kehadirannya saat itu. Mungkin bagimu aku terlalu berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku, menjadi masa lalumu yang diam-diam masih menyimpan rapi semua memori akanmu. 

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu terlalu dalam. Sejak awal, seharusnya kita hanya menjadi teman. Harusnya aku lebih ikhlas memberikanmu untuk sahabatku, bukan aku. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubrismu, harusnya aku sadar bahwa kamu adalah sahabat dari mantan kekasihku. Aku terlalu berambisi, aku terlalu sombong, aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa ingin tahuku yang berlebih ini. Jika saja dari awal aku mendekatkanmu dengan sahabatku, jika saja dari awal aku tak menggubrismu, jika saja dari awal aku tak penasaran denganmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya menyakiti malaikat sepertimu, mungkin saja aku tak akan melihatmu terluka dan menangis, dan mungkin saja kita masih bisa bercanda tawa sampai detik ini. 

Iya aku memang bodoh, puas?

Semua telah berlalu, bukankah setiap cerita memiliki batas akhir. Entah itu akhir bahagia ataupun sebaliknya. Tugasku telah berakhir, walaupun ini bukan akhir yang aku ataupun kau pilih. Andai saja aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu ditengah rintik hujan dan menikmatinya bersamamu sampai pelangi tiba, seperti yang kau ajarkan. 

Untuk hari ini, terima kasih telah memberiku sedikit ruang untuk menikmati kembali rindu yang telah lama tersingkirkan. Maafkan aku tak bisa membalas semua tingkah manismu dulu, maafkan aku karena telah menjadi yang pertama dan sangat teramat menyakitkan bagimu, maafkan aku karena telah merusak semua impian dan harapan yang telah kita gantung setinggi-tingginya. Jika mungkin kini aku ingin kembali dan berkata bahwa aku  sangat kecewa, mungkin ini sudah sangat terlambat.

Aku punya satu permintaan untukmu, walaupun kamu tidak akan pernah membaca ini, tapi semoga hatimu terbesit untuk mengabulkan permintaanku ini, ‘Bisakah kita menjadi seperti dulu? Saat kita masih sering bertukar cerita, membagi canda tawa, menjadi makhluk paling usil, dan menikmati hujan bersama. Aku hanya rindu menjadi alasan dibalik senyum ceriamu yang mampu menghangatkan hari-hariku seperti dulu, bukan tatapan dingin yang selalu kau lemparkan kepadaku seperti saat ini’

Ingatkah kamu, Malaikat Hujanku :
“Setiap mendung ada dua hal yang aku ingat, kamu dan kenangan kita sewaktu hujan”
Begitu juga aku, “Setiap hujan ada banyak yang aku ingat, salah satunya adalah kamu dan caramu menikmati hujan bersamaku”

Aku,
Wanita paling bodoh yang pernah kau pilih

Monday, November 4, 2013

Memelukmu sehangat tadi

Kejadian ini terulang kembali, dimana disaat kita masih membagi hari bersama dengan cerita tawa. Dan untuk kesekian kalinya kau kembali. Menyembuhkan luka yang pernah kau beri, dan aku menerimamu kembali (lagi) seperti semua tak pernah terjadi.

         Kamu menyentuh tanganku erat, memandang mataku lekat, dan menghadirkan bulir-bulir rindu yg telah lama terpendam, seakan kau merindukan dunia yang sejak dulu ingin kau raih. Kau tampak bergairah malam itu, ku sambut sentuhan tanganmu dengan senyum, kubalas pandangan matamu dalam-dalam, ada setitik sinar terang yg sempat pernah kulihat dulu tetapi entahlah harus kuartikan apa semua kejadian malam itu.
Aku terpaku, ada rindu yg mengguncang hebat, ada hasrat yg terpendam kuat dan ada banyak pertanyaan yg sejak tadi ingin ku tumpahkan. Aku merindukanmu, dan entah mengapa pertemuan ini membuat pipiku tak ingin merona merah seperti biasanya. Mungkin karna aku sudah terlalu kecewa, seandainya kau paham bahwa perasaanku terhadapmu dari awal bukan hanya perasaan sederhana seperti yang selalu kau bilang, sebatas hanya teman.

Hanya teman, mengapa begitu sakit ketika harus mengingat ucapanmu bahwa sampai detik ini kita masih saja hanya teman. Rasanya sangat perih apabila sampai saat ini kamu yg selalu bercerita kehidupanmu dan aku cuma mampu menjadi pendengar setiamu,bukan kekasihmu yang mampu mencapurkan dunianya di duniamu dan berusaha untuk merealisasikan semua itu.

         Status kita memang hanya teman, dan mungkin akan tetap menjadi teman, namun yg kutahu aku merasakan sesuatu yg lebih darimu. Sebenarnya aku tahu bahwa kamu pun tak ingin hanya sekedar menjadi teman, kamu inginkan lebih bukan? Kemesraan di pesan singkat cukup membuatku mengerti kemana arah yg ingin kau lalui bersamaku, hanya saja kamu dan aku belum siap untuk memulai ke tahap itu.
Tingkahmu bervariasi terhadapku, memulai dengan sentuhan kecil di sela-sela jemariku, terkadang menyandarkan kepalamu dibahuku, membelai hangat permukaan pipiku dan terkadang kau mulai melingkarkan tanganmu dipinggangku. Tahukah kamu saat itu kita benar-benar seakan seperti......sepasang kekasih. Hanya saja, aku sedang berandai-andai kali ini.

Kali ini, akhir seperti apa yg akan kudapatkan darimu?
Apapun akhir cerita ini nanti, semoga tidak terlalu sakit ketika terjadi.