Sunday, December 22, 2013

Still alive in my imagine


Hal baru tak pernah menjamin kebahagian seseorang, begitu juga dengan semua hal baru yang hinggap dengan lancang dihidupku sekarang.
Apa lagi yang harus kuperjelas dengan semua keasingan ini?
Apa lagi yang harus kucari bahwa aku tau semua telah berakhir?
Harus berapa lama aku menunggumu kembali?
"Aku disini bertahan dengan segala penderitaan yang datang bertubi-tubi silih berganti yang tanpa lengah menghampiriku. Aku disini menanti semua janji-janjimu dan aku tau kau akan kembali. Aku terus saja berlari dan mencari kemana sebenarnya sosokmu pergi. Menunggumu pulang kantor ketika petang, menunggumu ketika sang fajar mulai datang, tapi sosokmu tetap menjadi halusinasi. Pulanglah, tidak rindukah kau terhadapku dan semua orang yang mencintaimu?"
Bagiku kau belum mati, hanya saja jasadmu telah terpendam dan kembali menyatu dengan alam. Bukan alasan untuk mereka mengatakanku anak piatu atau menggantikan posisimu dengan wanita lain, bagiku hanya kau ibu dan satu-satunya wanita yang paling berjasa untukku. Walau kenyataan pahit yang harus kau dan aku terima, bahwa posisimu telah tergantikan dengan orang lain. Baginya memang dia segalanya, tapi bagiku kau lebih segala-galanya. Maafkan aku jika dulu ku tak pernah menganggapmu, selalu menomer duakanmu, selalu melanggar semua aturanmu, selalu saja mengacuhkan perintahmu, selalu saja membuatmu kesal, ah entah mungkin kau sudah bosan disini bersamaku, lalu pergi dan tak pernah kembali.

Dan lagi ...
"Aku berusaha menjadi wanita yang tegar, menerima semua cobaan, mengikhlaskan semua kenangan, menetralisir keadaan, dan aku masih saja berusaha memahami bahwa kau sudah tak akan pernah kembali. Selalu saja terasa pahit, ketika melihat posisimu telah terganti dengan seseorang yang entahlah aku tak begitu menyukainya, dan kau pasti tahu betul itu. Selalu saja terasa membosankan, ketika harus menyadari bahwa posisiku hanya bagaikan orang asing dirumahku sendiri, dan kau pun pasti enggan mampir kemari lagi. Selalu saja terasa getir, ketika radarku menangkap semua omongan pait mengenai keluarga baruku, dan lagi-lagi harus menyayat hati ketika banyak kujumpai teman-teman dan remaja seumuranku bergelanyut manja menghabiskan waktu berdua dengan ibu mereka. Ya kau tau, seumuranku sangatlah membutuhkan sosok ibu, tapi tak pernah kutemui sosokmu lagi, ya kepergianmu mengajariku banyak hal terutama kedewasaan"
Lalu,
kuputuskan langkahku untuk berhenti mencarimu. Tanpa ku cari, sebenarnya kau telah hadir disini, hanya saja aku kurang peka untuk mengamati. Dan kini aku berusaha menerima semua dengan potongan ikhlas dan sabar yang masih ku punya. Mengasihimu dalam sepi, mencintaimu dalam sunyi, memelukmu dalam doa dan  menghidupkan ragamu dalam imajinasi.

Sosokmu yang begitu hangat, menghadirkan semua bayangan, membuatku mengulang semua kejadian yang pernah ada. Aku ingat kado terakhir untukmu, tepat tanggal 22 Desember beberapa tahun lalu. Kini hanya doa yang mampu kuhantarkan untukmu, hanya sepi yang mampu menerjemahkan rinduku terhadapmu, dan hanya mimpi yang mampu mempertemukanku padamu. Tidurlah dengan tenang, bersenang-senanglah kau disana, bukankah bertemu lagi dengan ibumu di surga adalah impianmu dari dulu. Sampaikan salam rinduku untuk kedua orang tuamu disana, tenanglah dalam damai. Maafkan semua kesalahanku, sesungguhnya aku ingin mengatakan ini dan memelukmu dalam bahagia. Namun apa dayaku, aku tak ikut memiliki dunia dan umur manusia.

"Lewat apapun ucapan kali ini, kuharap kau mau mendengar dan terus menemaniku dalam sunyi. Selamat hari ibu ya Ma, jangan pernah lelah mengajariku akan kedewasaan dan kesabaran. Kenyataan memang selalu pahit, tapi mengertilah bahwa posisimu diduniaku takkan pernah terganti. I do love you more and more, its always been you my supermomsky. Rest in peace mom :'* "

Friday, December 13, 2013

Past is over


Waktu merangkak begitu cepat, tak terasa ini adalah tahun kedua ku melewati angka 13, bedanya hanya saja kini kulewati sendirian. Semua telah berevolusi cepat, begitu juga waktu, begitu juga kamu, begitu juga kita. Entah kata-kata trakhirmu sebelum kata KITA terhapus masih saja terus menghantui sudut otakku, melayangkan kenangan dan menuai perih. Kamu bilang bahwa hanya aku, tetapi ada dia. Kamu bilang tak akan bisa terganti, tetapi tergantikan. Kamu bilang tak akan terlupakan, tapi kamu melupakan. Kadang kusinggung sedikit tentang kenangan yang pernah kita buat dulu, tapi kamu seakan tak pernah mengingat sedikitpun KITA dulu.

“Setiap hujan ada dua hal yang selalu ku ingat, kamu dan kenangan kita sewaktu hujan”, begitu katamu. Dan lagi-lagi hujan menjadi peran aktif untuk menghidupkan semua kenangan yang telah mati, aku sudah bosan harus kalah dengan kenangan, aku telah berusaha untuk berlari melewati lorong gelap tetapi mengapa bayangmu selalu saja mengikuti. Aku bergidik kaku setiap harus melihat tingkah lakumu yang membuatku enggan memalingkan pandanganku, aku selalu saja tak bisa menyembunyikan rona wajahku ketika harus teringat bahwa senyum itu dulu hanya untukku, aku selalu saja tak bisa berhenti merekam semua tingkah laku bodohmu yang selalu saja membuatku… entah mungkin aku hanya rindu.

Pada awalnya susah memang meyakinkan kenyataan bahwa kamu sudah tidak ada dalam semestaku, aku yang telah lancang membawamu masuk keduniaku lalu dengan mudah kulepas tanpa perasaan sedikitpun. Mungkin kamu dan mereka menganggap bahwa aku telah bosan dan ingin mencari pelarian lain, sungguh bukan itu alasanku. Aku hanya saja merasa berhutang banyak padamu, aku tetap saja merasa bahwa aku terlalu banyak merepotkanmu, terbesit dibenakku mungkin jika kita berteman seperti semula semua hutangku lunas terbayar padamu. Tapi ternyata aku salah, bukannya kembali menjadi teman akrab melainkan kamu pergi menjauh dan menganggapku hanya orang asing disekitarmu.

Kamu selalu bertanya mengapa aku membenci angka itu, dan aku selalu menjawab dengan jawaban yang sama, aku butuh waktu untuk menjawabnya. Selalu kau melempar pertanyaan itu, sampai akhirnya aku kalah dan aku menjawab mengapa aku teramat membencinya. Kulihat kau sedang berfikir, lalu tersenyum dan ucapan magismu mampu mengubah sugestiku terhadap angka menyebalkan itu. Sampai pada akhirnya terukirlah KITA di angka yang dulu kubenci, yak au telah membuktikan bahwa angka itu akan menjadi sesuatu yang selalu kuingat, bahkan kunantikan. Kini ku merasakannya, kamu sukses.

Mendung sore ini mengingatkanku pada hari itu, memutar semua roll film di otakku, menayangkan semua tingkah lugumu, menciptakan haru biru dan ternyata aku benar merindukanmu. Merindukanmu memperlakukanku sebagai satu-satunya wanita yang pantas dicintai setelah ibumu, merindukanmu menjagaku ketika kuterbaring seperti hanya kamu obat yang terbaik untuk sakitku, merindukanmu menungguku dan melempar semangat seperti aku melempar tarian indah dengan benderaku, merindukan suara beratmu diujung telepon ketika pergantian tahun, dan aku pun selalu merindukan saat-saat menjemukan ketika harus menunggumu paduan suara hingga petang. Terlalu banyak hal yang kurindukan, walau aku sadar kenyataannya kau telah melupakan.

Tak banyak yang ingin ku jelaskan, aku hanya merindukan. Mungkin ini hukuman untuk aku yang telah mempermainkan. Aku hanya bisa membohongi diriku sendiri, seakan semua hanya kenangan biasa yang terletak disudut pandangan. Aku mengelabuhi mereka, dan juga kamu. Aku tak peduli seberapa besar dosaku terhadapmu, asalkan kau bisa tersenyum, walau ku tahu senyum itu bukan untukku. Kini aku tahu bagaimana rasanya merindukan sosok yang telah menghilang, kini aku paham bagaimana perihnya menjadi penonton dibalik layar, dan kini aku sadar bahwa tak semua pelarian menyembuhkan luka.
Terima kasih telah menjadi sesuatu manis di mimpiku semalam, walau tak akan pernah lagi kudapati sosokmu semanis itu, aku hanya bersyukur kau masih mau berkunjung di mimpiku. Aku anggap itu adalah ucapan selamat tanggal 13-mu untukku, aku tahu kau tidak lupa, dan aku yakin kau menginatnya. Hanya saja kau muak untuk mengakui keberadaannya. 

13 Desember 2011 – 13 Desember 2013
Selamat (gagal) dua tahun, Gixa
 

Thursday, December 12, 2013

Cinta atau ambisi?

Sebenarnya aku tak ingin mengungkit seberapa banyak yang kukorbankan, selama apa ku bertahan, dan setegar apa ku melakukan. Hanya saja sikapmu akhir-akhir ini membuatku muak, dan membuatku bosan. Entah mengapa kamu selalu saja membesarkan masalah yang tak perlu diributkan, apa aku selalu kurang?

***
Kalau kau ingin tahu, maka mendekatlah. Ku jelaskan berapa banyak yang kelewatkan hanya untuk mengejarmu, hanya saja kau selalu menganggapku bayang semu dan tak pernah kau berhenti lalu menyentuhku. Kau terus saja hidup didalam ingar bingar semestamu, tanpa kau sadari kau telah menyeretku untuk mengikuti langkah pahitmu. Aku tak berhak menyalahkanmu, karena aku pun salah. Aku terlalu jauh mengikuti jejakmu, terlalu dalam menyelami semestamu, dan terlalu lemah untuk melepaskanmu.

Kamu selalu saja bilang bahwa aku hanya penasaran akan rasamu, kamu selalu saja bilang bahwa aku tak akan sanggup untuk mengikuti semua maumu, kamu selalu menyuruhku pergi. Akan kubuktikan bahwa semua omonganmu hanya bualan, aku pun tak peduli sesakit apa duri yang telah kau tancapkan diseluruh tubuhku. Ku kira kau akan berhenti lalu mengobati, nyatanya kau tetap saja berlari dan melewati. Hari demi hari terloncati, dan aku pun kali ini berusaha menaruh akal sehatku jauh darimu, membutakan pandanganku akan pesonamu. Ku kira kau telah benar-benar pergi, tapi kau terus kembali menawarkan sejuta keindahan yang ingin kumiliki. Entahlah apa kali ini kau akan menuntunku melewati lorong gelap dan menemukan ujung bahagia?

Ku ikuti semua maumu, kulalui semua rintanganmu, kunikmati semua permainanmu. Setolol itukah aku hingga kamu mampu membawaku ke permainan yang sama seperti sebelumnya? Hingga berkali-kali kau menjatuhkanku dilubang yang sama, apakah kau tak bosan? Jangan tanyakan aku, karena aku tidak akan pernah lelah ataupun bosan untuk harus terjatuh berkali-kali seperti ini.

Namamu tak pernah luput dari doaku, aku selalu berharap bahwa kamu akan berhenti berlari dan menungguku disana. Entahlah kapan, bukankah semua akan indah pada waktunya?

Dan lagi kamu berhasil merampas perhatianku, mengikuti langkahmu. Mungkin benar bahwa cinta membutakan segalanya, sampai memutuskan akal sehat. Mereka mencemoohmu, dan aku selalu membelamu. Mereka selalu berkomentar buruk terhadapmu, tapi aku selalu bertahan disisimu. Mereka menghasutku dengan semua kebusukanmu, tapi kucoba untuk terus menulikan telingaku.

Tetapi pada akhirnya pun kamu pergi, dan omongan mereka yang sempat ku abaikan ternyata menjadi realita nyata yang sedang kulihat. Apa mungkin ini saatnya untuk aku melepaskan? Apa iya semua yang mereka katakan adalah kebenaran?

Akhirnya ku putuskan untuk berhenti dan membiarkanmu pergi.
Hari demi hari terasa bebas dan menyenangkan, tetapi tidak saat melihatmu, ada guratan menyakitkan di dalam hati. Semacam kekecewaan, sejenis amarah yang mematikan. Aku tidak pernah mendendam, hanya saja aku lelah melihatmu menjadi pemeran utama yang harus memenangkan segalanya. Entahlah, tak pernah dan tidak akan pernah ku kirimkan balasan untukmu. Aku tak ingin kamu merasakan hal yang sama terhadapku.
***

Mungkin beda cinta dan kebodohan setipis lembaran tisu, dan mungkin memang benar bahwa cinta mampu mematahkan akal sehat dan pikiran manusia. Hingga kita akan susah membuktikan mana cinta dan mana ambisi. Mungkin kamu memang mencintaiku hari ini, dan suatu saat kau akan bosan akan sikapku yang tak menentu seperti ini. Aku tak ingin membebanimu dan menjadi hal buruk yang mengganggu hari-harimu. Aku memang bukan seperti yang kau inginkan, hanya saja aku berusaha merealisasikan apa yang kau butuhkan. 

Penasaran akan sesuatu yang belum pernah terjamah adalah hal yang wajar, sekarang nilailah seperti apa dirimu. Hanya berambisi untuk melengkapi penasaranmu?

Saturday, December 7, 2013

Hubungan yang tidak ingin kau sembunyikan



Apakah ini saatnya untuk melanjutkan, atau berhenti di tengah jalan?

Aku tak pernah bebas untuk mencintai dia dihadapan semua temanku, aku yang lebih suka mencintainya secara diam-diam dan tanpa harus banyak orang yang tau, menyembunyikan semua kemesraan ini dari pandangan mereka, dan dengan semua sapaan mesra tanpa pernah terdengar dimuka umum. Tidak sekali bahkan sering, perasaan sakit ini menyelinap dan menciptakan benci secara nyata dalam rahasia ini, aku tak bisa berbuat apa-apa, kamu pun sulit untuk menenangkanku dalam keadaan seperti ini. Yang terjadi hanya sapaan hangat dan penyelesaian masalah melalui pesan singkat kita setiap malam.

Kita terlihat seakan tak ada hubungan apa-apa. Mereka melihat ku hanya sebagai permainan dan kamu dalang yang mengatur semua permainan, akankah aku terbang atau harus terjatuh, itulah tugasmu. Mereka melihat apa yang mereka lihat, kita merasakaan apa yang kita sembunyikan. Aku tau bagaimana rasanya diperolok seperti itu, aku tau bagaimana terpojoknya kamu saat mereka mencibirmu sesakit itu, tapi aku bisa apa? Aku hanya mengikuti alur yang membawaku menjadi seperti yang kau sakiti, seperti kita sebelum ini. Mereka tidak tahu kita bagaimana, kenyataan saat kita sedang berdua, perasaan ini mengembang begitu liar, cinta mengalir begitu derasnya. Tak ada orang lain yang tahu bahwa kita telah bersama, karena bagiku hubungan ini belum waktunya untuk dipublikasikan. Aku tau kamu sangat ingin mereka tahu, agar semua tuduhannya terhadapmu sirna. Tapi maafkan aku, mungkin aku terlalu banyak menuntutmu dan bersikap egois terhadapmu, kamu selalu ku perlakukan seperti biasa-biasa saja di depan mereka. 

Apakah kamu pernah beranggapan bahwa kamu bukan orang penting dihidupku? Apakah kamu selalu beranggapan bahwa aku menduakanmu atau mendustaimu karena aku tidak ingin hubungan diketahui terlebih dahulu? Atau kamu beranggapan bahwa aku hanya membalas permainanmu?

Kamu salah, aku selalu menunggumu. Dari awal aku merapatkan seluruh tekatku untuk terus menunggumu, walaupun kamu selalu saja pergi meninggalkanku. Mimpi itu selalu menjadi petunjuk bahwa pada akhirnya kita akan bersatu, tapi entah mengapa sekarang aku malah menyakitimu seperti ini. Membiarkan mereka menuduhmu tanpa bisa aku membelamu, membiarkan sikap egois dan cemburuku membuncah, kau pasti bosan terhadapku. 

Aku bahkan belum berani mempertegas status hubungan kita. Kau pasti bertanya-tanya, “apakah ini dunia yang kau harapkan saat kau merasa frustasi? Apakah ini cinta yang selalu kau nantikan kalau kenyataannya aku hanya membosankan? Inikah hubungan yang membahagiakanmu jika aku belum bisa menganggapmu nyata? Apakah ini saatnya melanjutkan atau berhenti ditengah jalan?”

It would be someday, I just wanna you more patient. But if you want to go? Let go … -Cry-

Monday, December 2, 2013

Menunggu dan seterusnya



Diantara kenangan, hujan dan kata bosan. Senyummu yang terbalut manis dalam bingkai langit, namun tetap saja jadi germuruh hujan dibatinku. Balutan janji yang belum kau penuhi, aku menanti, kamu!
Terusirku dalam lamunku, jenuh memenuhi labirin-labirin fikiranku, menyisakan sesak didalam hati, aku menangisimu lagi! Dan terus kueja semua tingkah laku serta senyum hangatmu, tapi entah mengapa tak bisa kuartikan seperti sebelumnya. Aku terus berjalan mengikuti langkahmu dengan sabar, menikmati waktu yang merayap lambat dan bagiku itu membosankan dengan semua sifatmu yang menjemukanku. Hatiku terus bertanya dan selalu saja berharap kau menjawabnya, apakah aku ada disana, dihatimu, di urutan pertama sebagai orang yg selalu kau nantikan, seperti halnya aku selalu menantikanmu?

Aku selalu memperhatikanmu walau aku selalu bersikap dingin dihadapanmu, aku selalu mencoba menahan semua amarah dan mendinginkan hati ketika kamu mendekatkan diri atau menggoda wanita-wanita itu. Aku hanya membayangkan kapan aku bisa menjadi mereka, yang tanpa melakukan apa-apa bisa mendapatkan perhatianmu dengan mudah dan kamu pun meresponnya cepat. Inikah sakitnya merindu, inikah sakitnya menjadi kekasihmu?

Apa sebenarnya yang sedang ku tunggu, begitu juga sebaliknya. Waktu untuk bertemu? Bukankah kita telah bertemu. Waktu untuk saling menyayangi? Bukankah kita telah saling menyayangi, atau hanya aku yang menyayangimu. Atau waktu untuk berpisah, seperti mereka yang telah lelah dan kalah karena menunggu?
Jangan ajari aku untuk berpaling, jangan! Kamu selalu menjadi sebuah tujuan, dan persinggahan. Hari ini, disini ku harus menumpahkan semua kesedihanku karenamu. Aku disini berusaha berlari mengejarmu dengan satu kaki, bisakah kamu berhenti dan menuntunku? Seperti memindai kabut, aku membelah sunyi dengan beringsut mengingat kejadian manis sebelumnya, bisakah kita semanis dulu? Entahlah, aku hanya lelah tetapi aku tak ingin kalah. Mereka terus berkata mengapa aku memilihmu, ku tulikan telingaku lalu kutebalkan dinding hatiku, aku masih memilihmu. 

Aku tak pernah berharap kamu menjadi seperti mereka ceritaku dimasa lalu, aku pun tak pernah berharap kamu menjadi sosok penuh kejutan dihidupku. Hanya saja cobalah rasakan jika kamu berada di posisiku, yang selalu mengertimu, bersabar untukmu, dan mengalah untukmu tanpa mendapatkan balasan yang setimpal. Satu yang ku ingat, katamu “biar saja jika ini harus berakhir seperti kau mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu dulu, karena kamu kalah untuk bersabar ataupun bertahan”. 
Lalu bolehkah aku menangis?