Thursday, December 12, 2013

Cinta atau ambisi?

Sebenarnya aku tak ingin mengungkit seberapa banyak yang kukorbankan, selama apa ku bertahan, dan setegar apa ku melakukan. Hanya saja sikapmu akhir-akhir ini membuatku muak, dan membuatku bosan. Entah mengapa kamu selalu saja membesarkan masalah yang tak perlu diributkan, apa aku selalu kurang?

***
Kalau kau ingin tahu, maka mendekatlah. Ku jelaskan berapa banyak yang kelewatkan hanya untuk mengejarmu, hanya saja kau selalu menganggapku bayang semu dan tak pernah kau berhenti lalu menyentuhku. Kau terus saja hidup didalam ingar bingar semestamu, tanpa kau sadari kau telah menyeretku untuk mengikuti langkah pahitmu. Aku tak berhak menyalahkanmu, karena aku pun salah. Aku terlalu jauh mengikuti jejakmu, terlalu dalam menyelami semestamu, dan terlalu lemah untuk melepaskanmu.

Kamu selalu saja bilang bahwa aku hanya penasaran akan rasamu, kamu selalu saja bilang bahwa aku tak akan sanggup untuk mengikuti semua maumu, kamu selalu menyuruhku pergi. Akan kubuktikan bahwa semua omonganmu hanya bualan, aku pun tak peduli sesakit apa duri yang telah kau tancapkan diseluruh tubuhku. Ku kira kau akan berhenti lalu mengobati, nyatanya kau tetap saja berlari dan melewati. Hari demi hari terloncati, dan aku pun kali ini berusaha menaruh akal sehatku jauh darimu, membutakan pandanganku akan pesonamu. Ku kira kau telah benar-benar pergi, tapi kau terus kembali menawarkan sejuta keindahan yang ingin kumiliki. Entahlah apa kali ini kau akan menuntunku melewati lorong gelap dan menemukan ujung bahagia?

Ku ikuti semua maumu, kulalui semua rintanganmu, kunikmati semua permainanmu. Setolol itukah aku hingga kamu mampu membawaku ke permainan yang sama seperti sebelumnya? Hingga berkali-kali kau menjatuhkanku dilubang yang sama, apakah kau tak bosan? Jangan tanyakan aku, karena aku tidak akan pernah lelah ataupun bosan untuk harus terjatuh berkali-kali seperti ini.

Namamu tak pernah luput dari doaku, aku selalu berharap bahwa kamu akan berhenti berlari dan menungguku disana. Entahlah kapan, bukankah semua akan indah pada waktunya?

Dan lagi kamu berhasil merampas perhatianku, mengikuti langkahmu. Mungkin benar bahwa cinta membutakan segalanya, sampai memutuskan akal sehat. Mereka mencemoohmu, dan aku selalu membelamu. Mereka selalu berkomentar buruk terhadapmu, tapi aku selalu bertahan disisimu. Mereka menghasutku dengan semua kebusukanmu, tapi kucoba untuk terus menulikan telingaku.

Tetapi pada akhirnya pun kamu pergi, dan omongan mereka yang sempat ku abaikan ternyata menjadi realita nyata yang sedang kulihat. Apa mungkin ini saatnya untuk aku melepaskan? Apa iya semua yang mereka katakan adalah kebenaran?

Akhirnya ku putuskan untuk berhenti dan membiarkanmu pergi.
Hari demi hari terasa bebas dan menyenangkan, tetapi tidak saat melihatmu, ada guratan menyakitkan di dalam hati. Semacam kekecewaan, sejenis amarah yang mematikan. Aku tidak pernah mendendam, hanya saja aku lelah melihatmu menjadi pemeran utama yang harus memenangkan segalanya. Entahlah, tak pernah dan tidak akan pernah ku kirimkan balasan untukmu. Aku tak ingin kamu merasakan hal yang sama terhadapku.
***

Mungkin beda cinta dan kebodohan setipis lembaran tisu, dan mungkin memang benar bahwa cinta mampu mematahkan akal sehat dan pikiran manusia. Hingga kita akan susah membuktikan mana cinta dan mana ambisi. Mungkin kamu memang mencintaiku hari ini, dan suatu saat kau akan bosan akan sikapku yang tak menentu seperti ini. Aku tak ingin membebanimu dan menjadi hal buruk yang mengganggu hari-harimu. Aku memang bukan seperti yang kau inginkan, hanya saja aku berusaha merealisasikan apa yang kau butuhkan. 

Penasaran akan sesuatu yang belum pernah terjamah adalah hal yang wajar, sekarang nilailah seperti apa dirimu. Hanya berambisi untuk melengkapi penasaranmu?

No comments:

Post a Comment