Saturday, June 22, 2013

Hanya Teman


"Apakah tiba-tiba menyukai seseorang karena dia mengerti itu salah? Apakah menyimpan perasaan lain terhadap seorang teman itu dosa? Dan apakah menaruh sedikit simpati kepada seseorang yang selama ini gak aku perhatiin itu mungkin?"

          Aku terbangun ditengah malam, menengadah melihat kesendirian sang rembulan. Aku mengajaknya bicara tentang sakit yang berkecamuk dalam jiwaku, bicara bahwa aku sangat bersyukur bisa mencintainya dengan kenyataan bahwa dia hanya bisa melukaiku tanpa membalas rasaku. Entahlah sampai kapan aku bisa bertahan melawan patah hati ini, yang pasti tidak dalam waktu dekat ini.

"Jelaskan padaku bentuk ketololan ini! Perhatianmu, pesan singkatmu, perkataanmu, perlakuanmu, ah semua terlalu abu-abu, semu. Katakan mengapa kau berubah padaku,semakin menjauhiku? Sadarkan aku bahwa semua ini hanya sandiwara, dan bisakah kamu berkata bahwa kita hanya TEMAN?" - Amarahku mematikan hati, melukai dan sekaligus menciptakan benci. Aku terdiam, merasakan ketololanku dengan bertahan untuk sesuatu yang tidak seharusnya untuk di pertahankan.

Aku mendekat kepada sang kuasa, menengadahkan tangan dan menyebutkan namamu serta semua lukamu dalam satu doa. Aku tak meminta agar kamu kembali dengan sejuta rayuan kosongmu, aku tak meminta kamu kembali lalu entah pergi lagi. Terselip satu pesanku untukmu dalam doa, dan semoga hanya Tuhan yang mendengar dan kamu yang merasakan keajaibannya.

Mungkin Tuhan mendengar dan membalas cepat doaku, entah dari mana adanya energi mujarab ini. Bukan sugesti, mungkin memang kau dan aku tidak ditakdirkan untuk berada dalam satu kisah yang indah. Percaya atau tidak ya memang inilah kenyataannya. Aku muak menunggumu dalam ketidak pastian, aku lelah mempertahankan tapi kamu malah mengabaikan. Kita seperti tengah mencoba membirukan senja yang selalu merah, kita sama-sama berusaha tetapi tidak bisa mengubah apapun. Berhenti dan mari kita renungkan, tidak ada gunanya memaksa. Tetaplah bertahan pada pilihan abu-abumu, dan aku tidak akan bertahan padamu lagi. Semua sudah jelas dari awal, akhir bahagia bukan milik kita...

Mungkin ini saatnya aku berteriak, dan terbebas akan semua siksaan. Sudah lama aku menantikan kebebasan, berhenti dalam pengabu-abuan, dan berjalan lurus meninggalkan. Niat dan tekatku sudah bulat, aku akan berhenti memperhatikan. Kita hanya teman, dan selamanya akan seperti ini. Hanya TEMAN!
Terima kasih telah mengajariku cara untuk lebih dekat pada sang kuasa. Goodbye :)

Monday, June 10, 2013

Kenapa harus kamu?


Mengapa harus kamu,
yang hadir mengubah sekat-sekat bisu menjadi lautan mimpi

Mengapa harus kamu,
yang tiba-tiba datang tanpa permisi dan masuk menyusuri setiap lorong hatiku

Tiadakah orang lain selain kamu?
yang bisa membuatku jatuh cinta hingga membuatku terluka


Aku masih tak paham dengan semua yang telah terjadi
Mengapa harus kamu,
yang memberi isyarat ke hatiku untuk menyimpan semua perasaan ini

Mengapa bukan yang lain,
yang mampu memaksa otakku agar tak berhenti memikirkanmu


Mengapa harus aku?
Mengapa harus kamu?
Mengapa harus ada kita?
Aku bertanya padamu,
Mengapa kau tak menjawab?


Aku telah melawan semua ketakutanku,
untuk mencintaimu
Aku telah berusaha mematikan semua kenanganku, 
untuk memulai yang baru denganmu

Lalu mengapa harus kamu?
yang mampu mematikan ketakutanku dan mengubahnya dengan keberanian kecil


Jangan biarkan aku terus begini,
bertanya-tanya pada kesunyian
Jangan biarkan aku terus mencari,
mencari hal yang sebenarnya tak pernah ada
Jangan biarkan aku meraih,
kebahagiaan di tengah kekosongan
Jangan biarkan aku tuk terus merasakan,
merasakan perasaan yang sebenarnya tak pernah kau berikan


Kau membuatku menunggu,
walau aku tau sesungguhnya menunggu adalah suatu kejenuhan
Kau membuatku membuang waktuku,
walau aku tau seseungguhnya semua ini sia-sia
Ini semua hanya karenamu,
hanya karena aku telah membuka sepenuh hatiku


Aku menerima semua perlakuanmu dalam diam,
sakit namun ku ikhlas
Terluka tapi pada akhirnya aku pasrah,
Beberapa diantara mereka bisa memaafkan,
dan menganggapnya itu semua sebagian dari kebodohan
bagian dari kesalahan mereka sendiri
Tetapi tak berlaku untukku

Amarah itu mematikan hati, dan melukai
Menutup maaf,dan menciptakan benci

Aku seakan mencari apa yang telah hilang,
Aku terus mencari tanpa tau apa yang telah kutemukan,
Dan akhirnya ku tersadar,
Aku telah kehilangan semua yang telah kutemukan


Cinta sejati adalah,
keikhlasan untuk membiarkan orang yang dicintainya bahagia
Meskipun bersama orang lain,

meskipun diri sendiri harus hancur


“Jangan mencintai sepenuh hati, dan jangan pula mencintai setengah hati”

Saturday, June 8, 2013

Lagi, tentang kamu ...

          Jatuh cinta seharusnya terjadi dengan proses yang cukup panjang dan merumitkan. Tetapi proses alamiah itu tak terjadi padaku, entahlah pertama kali melihatmu pun aku tak pernah merasakan bulir bergelut hebat dinadiku. Lama-lama sosokmu mulai memberi warna dihariku, entahlah mungkin kata-kataku terlalu ambigu. Jujur aku mulai penasaran denganmu sejak saat itu dan aku hanyut dalam canda tawa milik kita.
Setiap hari selalu ku menyempatkan diri membalas semua pesan singkatmu, melihat ulang kata-kata manismu, kecupan berbentuk tulisan, semangat berbentuk pandangan, tawa kecilmu membuatku tersenyum dalam diam. Entahlah itu sudah menjadi rutinitasku dan aku nyaman dengan keberadaanmu disetiap detikku.

          Aku tahu suatu saat nanti aku akan berada di status yang lebih spesial denganmu, aku merasakan guratan senyumku mengembang ketika tahu getar ponselku adalah darimu. Aku berharap, berharap lebih malah bahwa suatu hari kamu dan aku akan menjadi kita. Kugantungkan harapanku kepadamu, kuberikan sepenuhnya perhatian dan rasa sayangku terhadapmu, melebihi status kita sebagai teman. Namun nyatanya semuanya menguap tak berbekas senyata yang kulihat. Kata temanmu kamu melankolis ketika harus memikirkan sesuatu terlalu dalam, lebih banyak memendam daripada bertindak, dan kamu lebih suka menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Menunggu sesuatu yang abu-abu, sesuatu yang jelas-jelas tak akan pernah melihat penantianmu. Apakah kamu akan terus menunggu padahal jelas kamu tau bahwa aku mencintai setiap inci lekuk indahmu?

           Kamu, tidakkah kamu tau? Tidakkah kamu menyadari bahwa ada aku yang selalu berlaku aneh di hadapanmu? Selalu mencari perhatianmu yang jelas-jelas terkadang memang bukan untukku, selalu mencari alasan dibalik senyummu yang sudah jelas memang bukan aku yang menjadi alasanmu tersenyum, dan selalu mendoakanmu disepertiga malam. Tidakkah kamu merasakan bagaimana menjadi aku? 
Senyummu adalah suatu guratan semangat yang selalu ingin kulihat setiap pagi. Aku selalu ingin bisa menjadi sebab dan alasan mengapa kau tersenyum, tetapi nyatanya aku terlalu tinggi untuk mengharapkannya.

          Jika aku meminta pada Tuhan, bolehkah rasaku mati ketika bertemu denganmu, ketika aku membaca pesan singkatmu yang sangat lugu tapi manis itu, sungguh aku tak pernah berfikir bahwa hal manis itu akan menguap sedemikian cepat. Jika kau ingin tau bagaimana aku memaknai kehadiranmu, seluruh kosakata dalam milyaran bahasa pun tak mampu untuk mendeskripsikannya. Mungkin aku hanya persinggahan, tempatmu melepaskan segala kegundahan, melepaskan kecemasan, meluapkan kegalauan, lalu pergi tanpa pernah janji untuk kembali. 
Aku berjuang agar aku selalu biasa ketika melihatmu, selalu menapakkan kaki dibumi ketika ucapanmu melambungkan hatiku, selalu menyeimbangkan dunia nyata dan fairytale ketika semua perhatianku terampas olehmu. Bisakah kau bayangkan bagaimana aku harus menahan semua ini sendirian? Bisakah kali ini kehadiranmu seserius rasaku terhadapmu? Bisakah kamu lebih peka dengan apa yang (masih) ku gantungkan? Semua pesan singkatmu, semua kata manismu, semua keluguanmu, semua perhatianmu, mungkin memang terlalu saru untukku. Terlalu ambigu. 
Bagaimana bisa kamu merasakan bagaimana aku, kamu bukan perasa yang baik. 

          Dan lagi-lagi tentang kamu, tentang perasaan yang berhasil kamu lambungkan setinggi mungkin lalu entah kamu jatuhkan aku begitu saja. Hey ini bukan dufan, ini bukan hysteria. Sejak kapan kamu berubah menjadi sosok yang mengerikan dimataku teman? Aku enggan melihat sosokmu, aku enggan membalas semua pesan singkatmu dan aku muak untuk kesekian kalinya. Entahlah siapa kamu, sahabatku atau teman hatiku aku sudah tak peduli. Dimana letak salahku, dosakah aku terlalu menginginkanmu? Seakan aku hanya bayang semu, seakan-akan aku tak terlihat olehmu.

Aku sadar, kamu terlalu abu-abu buatku. Lantas haruskah aku bertahan? Haruskah aku cengeng sekali lagi? Kurasa tidak lagi, pergilah dengan ribuan bahkan milyaran kata maaf dan alasanmu. Memaafkan memang mengisi sedikit ruang didalam rasa kebencian, dan aku telah melakukannya untukmu. Menjauhlah, mungkin ketika aku lupa akan semua ini, aku tak akan sama terhadapmu seperti semula. Kini maafkan aku, bye :)

"I am optimist to be yours, but I still comfortable with my condition -single. Do not be negative thinking to me dudd" ,entahlah sampai detik ini aku tetap tak paham arti dari optimismu. Belajarlah menghargai dan menjadi perasa yang baik :)