Monday, December 2, 2013

Menunggu dan seterusnya



Diantara kenangan, hujan dan kata bosan. Senyummu yang terbalut manis dalam bingkai langit, namun tetap saja jadi germuruh hujan dibatinku. Balutan janji yang belum kau penuhi, aku menanti, kamu!
Terusirku dalam lamunku, jenuh memenuhi labirin-labirin fikiranku, menyisakan sesak didalam hati, aku menangisimu lagi! Dan terus kueja semua tingkah laku serta senyum hangatmu, tapi entah mengapa tak bisa kuartikan seperti sebelumnya. Aku terus berjalan mengikuti langkahmu dengan sabar, menikmati waktu yang merayap lambat dan bagiku itu membosankan dengan semua sifatmu yang menjemukanku. Hatiku terus bertanya dan selalu saja berharap kau menjawabnya, apakah aku ada disana, dihatimu, di urutan pertama sebagai orang yg selalu kau nantikan, seperti halnya aku selalu menantikanmu?

Aku selalu memperhatikanmu walau aku selalu bersikap dingin dihadapanmu, aku selalu mencoba menahan semua amarah dan mendinginkan hati ketika kamu mendekatkan diri atau menggoda wanita-wanita itu. Aku hanya membayangkan kapan aku bisa menjadi mereka, yang tanpa melakukan apa-apa bisa mendapatkan perhatianmu dengan mudah dan kamu pun meresponnya cepat. Inikah sakitnya merindu, inikah sakitnya menjadi kekasihmu?

Apa sebenarnya yang sedang ku tunggu, begitu juga sebaliknya. Waktu untuk bertemu? Bukankah kita telah bertemu. Waktu untuk saling menyayangi? Bukankah kita telah saling menyayangi, atau hanya aku yang menyayangimu. Atau waktu untuk berpisah, seperti mereka yang telah lelah dan kalah karena menunggu?
Jangan ajari aku untuk berpaling, jangan! Kamu selalu menjadi sebuah tujuan, dan persinggahan. Hari ini, disini ku harus menumpahkan semua kesedihanku karenamu. Aku disini berusaha berlari mengejarmu dengan satu kaki, bisakah kamu berhenti dan menuntunku? Seperti memindai kabut, aku membelah sunyi dengan beringsut mengingat kejadian manis sebelumnya, bisakah kita semanis dulu? Entahlah, aku hanya lelah tetapi aku tak ingin kalah. Mereka terus berkata mengapa aku memilihmu, ku tulikan telingaku lalu kutebalkan dinding hatiku, aku masih memilihmu. 

Aku tak pernah berharap kamu menjadi seperti mereka ceritaku dimasa lalu, aku pun tak pernah berharap kamu menjadi sosok penuh kejutan dihidupku. Hanya saja cobalah rasakan jika kamu berada di posisiku, yang selalu mengertimu, bersabar untukmu, dan mengalah untukmu tanpa mendapatkan balasan yang setimpal. Satu yang ku ingat, katamu “biar saja jika ini harus berakhir seperti kau mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu dulu, karena kamu kalah untuk bersabar ataupun bertahan”. 
Lalu bolehkah aku menangis?

No comments:

Post a Comment