Friday, October 25, 2013

Stay close, Dont go. Can you?

Aku takut untuk mengetahui kenyataan yang ada, walaupun tatapan hangat itu, jemari tanganmu, semua janji manismu hanya menjadi dongeng yang takkan pernah menyentuh cerita akhir.Aku sadar aku terlalu egois, dan membuatmu enggan untuk disini bersamaku, lagi. Dentingan jam dinding berdetak memecahkan tangisku. Hari bergulir begitu jahat, hingga sentuhan lembutmu tak terasa lagi oleh indraku. Tak ada tatapan hangat, tak ada lagi senyuman, dan tak ada lagi perhatian.

Aku percaya akan semua janjimu, aku percaya semua ini akan berevolusi dan menyentuh cerita yang pernah kuimpikan. Aku mempercayai semua keajaiban pada pertemuan kita. Jiwa dan darahku mengalir bersama kehadiranmu, perlahan mengisi semua sudut kosong dihatiku, lalu entah mengapa kini menguap begitu saja.
Kenapa harus aku? Apakah aku salah jika aku inginkan kamu untuk mengobati luka dan menghapus tangisku?

Ada decak bahagia ketika ceritamu memunculkan perhatianku, ada ketulusan yang ku tangkap dari setiap janji manismu, dan kehangatan yang terasa ketika kita sedang bersama. Sungguh tidak ada reakayasa ataupun kebohongan. Tetapi mengapa sekarang kamu berbeda? Mengapa sekarang seakan aku tertipu oleh semua tingkahmu? Mengapa otakku berevolusi menjadi buruk akanmu? Mengapa semua terjadi begitu cepat sedangkan luka lama ini belum sembuh, air mata ini pun belum mengering? Katakan, mengapa?

Aku minta maaf kalau memang rasa cemburuku ini berlebihan, tapi aku hanya ingin kamu menghargai untuk semua yang terlah aku pertahankan selama ini. Aku hanya ingin, sesekali kamu melihatku. Melihat semua yang sedang aku rasakan, dan kamu terhayut di dalamnya. Aku bertahan sejauh ini karenamu, entah alasan apa yang harus ku tulis agar kamu tau bahwa kamu begitu berarti untukku. Kamu melarangku untuk memprioritaskanmu sebagai yang utama, tapi mengapa rayuanmu selalu berapi-api dan mengajakku ke langit paling tinggi. Hanya karena rasaku yang terlalu untukmu, kamu rela meninggalkanku dengan semua janji manismu?

Kamu selalu berkata, I will stand to be yours. 
Kamu selalu ucapkan, You are my happiness, not her
Kamu selalu meyakinkan bahwa, Jika aku tak menyayangimu, mungkin sekarang aku telah menyesal bersamamu, tapi untuk ini aku tak pernah menyesal, aku bahagia.

Berapa kali aku harus merasakan melambung terbang tinggi, lalu terjatuh dan kau pun lari. Tak kudapati bahagia di semestamu, tapi entah mengapa aku tak sanggup lepas dari jeratanmu. Aku terlampau lumrah dengan semua sikapmu. 

Aku mungkin terlalu sering disakiti, mungkin itu sebabnya perasaanku mati. Bahkan berkali-kali kamu melakukannya, aku hanya sanggup berdiam diri. Betapapun kamu mengerti, bahwa aku telah menyakiti diriku sendiri, dan rela membunuh diriku sendiri hanya untuk membuatmu hidup dan bernapas lagi.

No comments:

Post a Comment